tag:blogger.com,1999:blog-88968458634389844282024-02-18T20:28:57.439-08:00E-RECHTER: Menjadikan facebook yang lebih baik dan bermanfaat.E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.comBlogger169125tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-23456394281989754992015-09-14T23:56:00.002-07:002015-09-15T00:00:27.585-07:00<div class="product_image">
<div class="pancontainer" data-canzoom="yes" data-orient="center" style="height: 150px; width: 150px;">
<img border="0" class="item_thumb" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKTnAjUhWhhu2LZflLblcspt4c6aDe2jVWFcRWm0cEPgl3gu0Uio42niwLuge0VRJ5MIuL3P498rguCOQAunbLwHkTRpSNAsuUXbNfkV1LV8cINH2h9181s7sWPkXBvZx3zCOqXRIUCB3g/s1600/tokoonline.png" /></div>
<span class="item_price">$00.00</span> </div>
<div class="product_describe">
</div>
<span class="fullpost">
Anda tidak berulang kali copy paste kode tersebut sewaktu membuat artikel terbaru, masukkan kode tersebut pada kolom post template. Masuk ke setting, pilih posts and comments >> post template. Klik add, setelah itu masu
</span>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-58778180143138432572011-06-16T11:18:00.001-07:002011-06-16T11:21:52.883-07:00Dewan Perwakilan Rakyat Daerah<p><b>Dewan perwakilan rakyat daerah</b> (disingkat <b>DPRD</b>) adalah bentuk lembaga perwakilan rakyat (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Parlemen" title="Parlemen">parlemen</a>) daerah (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Provinsi" title="Provinsi">provinsi</a>/<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten" title="Kabupaten">kabupaten</a>/<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kota" title="Kota">kota</a>) di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia" title="Indonesia">Indonesia</a> yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_daerah_di_Indonesia" title="Pemerintahan daerah di Indonesia">pemerintahan daerah</a> bersama dengan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintah_daerah_di_Indonesia" title="Pemerintah daerah di Indonesia">pemerintah daerah</a>. DPRD diatur dengan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang" title="Undang-undang">undang-undang</a>, terakhir melalui <a href="http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_27_Tahun_2009" class="extiw" title="s:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009">Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009</a></p> <p>DPRD berkedudukan di setiap wilayah administratif, yaitu:</p> <ul><li>Dewan perwakilan rakyat daerah provinsi (DPRD provinsi), berkedudukan di provinsi.</li><li>Dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten (DPRD kabupaten), berkedudukan di kabupaten.</li><li>Dewan perwakilan rakyat daerah kota (DPRD kota), berkedudukan di kota.</li></ul> <p>DPRD merupakan mitra kerja kepala daerah (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gubernur" title="Gubernur">gubernur</a>/<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bupati" title="Bupati">bupati</a>/<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Wali_kota" title="Wali kota">wali kota</a>). Sejak diberlakukannya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah tidak lagi bertanggung jawab kepada DPRD, karena dipilih langsung oleh rakyat melalui <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_kepala_daerah_dan_wakil_kepala_daerah" title="Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah">pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah</a>.</p><p><br /></p><h2><span class="mw-headline" id="Fungsi">Fungsi</span></h2> <p>DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.</p> <h2><span class="editsection"></span> <span class="mw-headline" id="Tugas.2C_wewenang.2C_dan_hak">Tugas, wewenang, dan hak</span></h2> <p>Tugas dan wewenang DPRD adalah:</p> <ul><li>Membentuk <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Peraturan_daerah" title="Peraturan daerah">peraturan daerah</a> bersama kepala daerah.</li><li>Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_pendapatan_dan_belanja_daerah" title="Anggaran pendapatan dan belanja daerah" class="mw-redirect">anggaran pendapatan dan belanja daerah</a> (APBD) yang diajukan oleh kepala daerah.</li><li>Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD.</li><li>Mengusulkan: <ul><li>Untuk DPRD provinsi, pengangkatan/pemberhentian gubernur/wakil gubernur kepada <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Presiden_Indonesia" title="Presiden Indonesia">Presiden</a> melalui <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Menteri_Dalam_Negeri_Indonesia" title="Menteri Dalam Negeri Indonesia" class="mw-redirect">Menteri Dalam Negeri</a> untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan/pemberhentian.</li><li>Untuk DPRD kabupaten, pengangkatan/pemberhentian bupati/wakil bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.</li><li>Untuk DPRD kota, pengangkatan/pemberhentian wali kota/wakil wali kota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.</li></ul> </li><li>Memilih wakil kepala daerah (wakil gubernur/wakil bupati/wakil wali kota) dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah.</li><li>Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.</li><li>Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah.</li><li>Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.</li><li>Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.</li><li>Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.</li><li>Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.</li></ul> <p>DPRD memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Anggota DPRD memiliki hak mengajukan rancangan peraturan <span class="fullpost"> daerah, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, mengikuti orientasi dan pendalaman tugas, protokoler, serta keuangan dan administratif.</p> <p>DPRD berhak meminta pejabat negara tingkat daerah, pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).</p> <h2><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Keanggotaan">Keanggotaan</span></h2> <p>Anggota DPRD merupakan anggota <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_politik" title="Partai politik">partai politik</a> peserta <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_di_Indonesia" title="Pemilihan umum di Indonesia">pemilihan umum</a> yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum. Jumlah anggota DPRD adalah sebagai berikut:</p> <ul><li>Untuk DPRD provinsi, berjumlah antara 35-100 orang.</li><li>Untuk DPRD kabupaten/kota, berjumlah antara 20-50 orang.</li></ul> <p>Keanggotaan DPRD provinsi diresmikan dengan keputusan menteri dalam negeri sedangkan untuk DPRD kabupaten/kota diresmikan dengan keputusan gubernur. Masa jabatan anggota DPRD adalah 5 tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji.</p> <h2><span class="editsection"></span> <span class="mw-headline" id="Alat_kelengkapan_dan_sekretariat">Alat kelengkapan dan sekretariat</span></h2> <p>Alat kelengkapan DPRD terdiri atas pimpinan, badan musyawarah, komisi, badan legislasi daerah, badan anggaran, badan kehormatan, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.</p> <p>Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPRD, dibentuk sekretariat DPRD yang personelnya terdiri atas <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pegawai_negeri_sipil" title="Pegawai negeri sipil" class="mw-redirect">pegawai negeri sipil</a>. Sekretariat DPRD adalah penyelenggara administrasi kesekretariatan, administrasi keuangan, pendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, dan bertugas menyediakan serta mengoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Sekretariat DPRD dipimpin seorang sekretaris DPRD yang diangkat oleh kepala daerah atas usul pimpinan DPRD. Sekretaris DPRD secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Fungsi sekretariat DPRD adalah sebagai berikut:</p> <ul><li>Penyelenggaraan administrasi kesekretariatan DPRD.</li><li>Penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD.</li><li>Penyelenggaraan rapat-rapat DPRD.</li><li>Penyediaan dan pengoordinasian tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD.</li></ul> <p>Untuk meningkatkan kinerja lembaga dan membantu pelaksanaan fungsi dan tugas DPRD secara profesional, dapat diangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan. Para pakar/ahli tersebut berada di bawah koordinasi sekretariat DPRD.</p> <h2><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Kekebalan_hukum">Kekebalan hukum</span></h2> <p>Anggota DPRD tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPRD, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan tata tertib dan kode etik masing-masing lembaga. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal mengenai pengumuman rahasia negara.</p> <h2><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Penyidikan">Penyidikan</span></h2> <p>Jika anggota DPRD diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri atas nama Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku apabila anggota DPRD melakukan tindak pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.</p> </span>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-23028611557726654222011-06-16T11:14:00.000-07:002011-06-16T11:18:18.622-07:00Tugas dan Wewenang MPR<h2><span class="mw-headline" id="Tugas_dan_wewenang">Tugas dan wewenang</span></h2> <h3><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Mengubah_dan_menetapkan_Undang-Undang_Dasar">Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar</span></h3> <p>MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, anggota MPR tidak dapat mengusulkan pengubahan terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.</p> <p>Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan oleh <span class="fullpost"> sekurangkurangnya 1/3 (satu pertiga) dari jumlah anggota MPR. Setiap usul pengubahan diajukan secara tertulis dengan menunjukkan secara jelas pasal yang diusulkan diubah beserta alasannya.</p> <p>Usul pengubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan kepada pimpinan MPR. Setelah menerima usul pengubahan, pimpinan MPR memeriksa kelengkapan persyaratannya, yaitu jumlah pengusul dan pasal yang diusulkan diubah yang disertai alasan pengubahan yang paling lama dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari sejak usul diterima pimpinan MPR. Dalam pemeriksaan, pimpinan MPR mengadakan rapat dengan pimpinan fraksi dan pimpinan Kelompok Anggota MPR untuk membahas kelengkapan persyaratan.</p> <p>Jika usul pengubahan tidak memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan MPR memberitahukan penolakan usul pengubahan secara tertulis kepada pihak pengusul beserta alasannya. Namun, jika pengubahan dinyatakan oleh pimpinan MPR memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR paling lambat 60 (enam puluh) hari. Anggota MPR menerima salinan usul pengubahan yang telah memenuhi kelengkapan persyaratan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum dilaksanakan sidang paripurna MPR.</p> <p>Sidang paripurna MPR dapat memutuskan pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota ditambah 1 (satu) anggota.</p> <h3><span class="editsection"></span> <span class="mw-headline" id="Melantik_Presiden_dan_Wakil_Presiden_hasil_pemilihan_umum">Melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum</span></h3> <p>MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR. Sebelum reformasi, MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara memiliki kewenangan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dengan suara terbanyak, namun sejak reformasi bergulir, kewenangan itu dicabut sendiri oleh MPR. Perubahan kewenangan tersebut diputuskan dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-7 (lanjutan 2) tanggal 09 November 2001, yang memutuskan bahwa <i>Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat</i>, Pasal 6A ayat (1).</p> <h3><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Memutuskan_usul_DPR_untuk_memberhentikan_Presiden_dan.2Fatau_Wakil_Presiden_dalam_masa_jabatannya">Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya</span></h3> <p>MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diusulkan oleh DPR.</p> <p>MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak MPR menerima usul. Usul DPR harus dilengkapi dengan putusan Mahkamah Konstitusi bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.</p> <p>Keputusan MPR terhadap usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diambil dalam sidang paripurna MPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota yang hadir.</p> <h3><span class="editsection"></span> <span class="mw-headline" id="Melantik_Wakil_Presiden_menjadi_Presiden">Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden</span></h3> <p>Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai berakhir masa jabatannya.</p> <p>Jika terjadi kekosongan jabatan Presiden, MPR segera menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk melantik Wakil Presiden menjadi Presiden. Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR. Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat,Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.</p> <h3><span class="editsection"></span> <span class="mw-headline" id="Memilih_Wakil_Presiden">Memilih Wakil Presiden</span></h3> <p>Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, MPR menyelenggarakan sidang paripurna dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari untuk memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.</p> <h3><span class="editsection"></span> <span class="mw-headline" id="Memilih_Presiden_dan_Wakil_Presiden">Memilih Presiden dan Wakil Presiden</span></h3> <p>Apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, MPR menyelenggarakan sidang paripurna paling lambat 30 (tiga puluh) hari untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.</p> <p>Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.</p> <h2><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Keanggotaan">Keanggotaan</span></h2> <p>MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden. Sebelum reformasi, MPR terdiri atas anggota DPR, utusan daerah, dan utusan golongan, menurut aturan yang ditetapkan undang-undang. Jumlah anggota MPR periode 2009–2014 adalah 692 orang yang terdiri atas 560 Anggota DPR dan 132 anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.</p> <p>Anggota MPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR. Anggota MPR yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama, mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pimpinan MPR.</p> <h2><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Hak_dan_kewajiban_anggota">Hak dan kewajiban anggota</span></h2> <h3><span class="editsection"></span> <span class="mw-headline" id="Hak_anggota">Hak anggota</span></h3> <ul><li>Mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.</li><li>Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan.</li><li>Memilih dan dipilih.</li><li>Membela diri.</li><li>Imunitas.</li><li>Protokoler.</li><li>Keuangan dan administratif.</li></ul> <h3><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Kewajiban_anggota">Kewajiban anggota</span></h3> <ul><li>Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila.</li><li>Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan.</li><li>Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.</li><li>Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.</li><li>Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.</li></ul> <h2><span class="editsection"></span> <span class="mw-headline" id="Fraksi_dan_kelompok_anggota"></span></h2><h2><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Sidang">Sidang</span></h2> <p>MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.</p> <p>Sidang MPR sah apabila dihadiri:</p> <ul><li>sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden</li><li>sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD</li><li>sekurang-kurangnya 50%+1 dari jumlah Anggota MPR sidang-sidang lainnya</li></ul> <p>Putusan MPR sah apabila disetujui:</p> <ul><li>sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden</li><li>sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk memutus perkara lainnya.</li></ul> <p>Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.</p> </span>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-49309077054713391722011-06-16T11:09:00.000-07:002011-06-16T11:13:53.851-07:00Majelis Permusyawaratan Rakyat - Sejarah<b>Majelis Permusyawaratan Rakyat</b> (disingkat <b>MPR</b>) adalah lembaga legislatif <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bikameral" title="Bikameral" class="mw-redirect">bikameral</a> yang merupakan salah satu <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_tinggi_negara" title="Lembaga tinggi negara">lembaga tinggi negara</a> dalam sistem ketatanegaraan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia" title="Indonesia">Indonesia</a>. Sebelum <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Reformasi" title="Reformasi">Reformasi</a>, MPR merupakan <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Lembaga_tertinggi_negara&action=edit&redlink=1" class="new" title="Lembaga tertinggi negara (halaman belum tersedia)">lembaga tertinggi negara</a>. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jakarta" title="Jakarta" class="mw-redirect">ibukota negara</a>.<br /><br /><h2><span class="mw-headline" id="Sejarah">Sejarah</span></h2> <p>Sejak 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memulai sejarahnya sebagai sebuah bangsa yang masih muda dalam menyusun pemerintahan, politik, dan administrasi negaranya. Landasan berpijaknya adalah ideologi <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila" title="Pancasila">Pancasila</a> yang diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri beberapa minggu sebelumnya dari penggalian serta perkembangan budaya masyarakat Indonesia dan sebuah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pra Amandemen yang baru ditetapkan keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.</p> <p>Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) tersebut mengatur berbagai macam lembaga negara dari Lembaga Tertinggi Negara hingga Lembaga Tinggi Negara. Konsepsi penyelenggaraan negara yang demokratis oleh lembaga-lembaga negara tersebut sebagai perwujudan dari sila keempat yang mengedepankan prinsip demokrasi perwakilan dituangkan secara utuh didalamnya. Kehendak untuk mengejawantahkan aspirasi rakyat dalam sistem perwakilan, untuk pertama kalinya dilontarkan oleh Bung Karno, pada pidatonya tanggal 01 Juni 1945. Muhammad Yamin juga mengemukakan perlunya prinsip kerakyatan dalam konsepsi penyelenggaraan negara. Begitu pula dengan Soepomo yang mengutarakan idenya akan Indonesia merdeka dengan prinsip musyawarah dengan istilah <i>Badan Permusyawaratan</i>. Ide ini didasari oleh prinsip kekeluargaan, dimana setiap anggota keluarga dapat memberikan pendapatnya.</p> <p>Dalam rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, Soepomo menyampaikan bahwa ‘’Badan Permusyawaratan’’ berubah menjadi ‘’Majelis Permusyawaratan Rakyat’’ dengan anggapan bahwa majelis ini merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, yang mana anggotanya terdiri atas seluruh wakil rakyat, seluruh wakil daerah, dan seluruh wakil golongan. Konsepsi Majelis Permusyawaratan Rakyat inilah yang akhirnya ditetapkan dalam Sidang PPKI pada acara pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen).</p> <h3><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Masa_Orde_Lama_.281945-1965.29">Masa Orde Lama (1945-1965)</span></h3> <p>Pada awal masa Orde Lama, MPR belum dapat dibentuk secara utuh karena gentingnya situasi saait itu. Hal ini telah diantispasi oleh para pendiri bangsa dengan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) menyebutkan, <i>Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional</i>.</p> <p>Sejak diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, terjadi perubahan-perubahan yang mendasar atas kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP. Sejak saat itu mulailah lembaran baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Dengan demikian, pada awal berlakunya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) dimulailah lembaran pertama sejarah MPR, yakni terbentuknya KNIP sebagai embrio MPR.</p> <p>Pada masa berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (1949-1950) dan Undang-Undang Dasar Sementara (1950-1959), lembaga MPR tidak dikenal dalam konfigurasi ketatanegaraan Republik Indonesia. Pada tanggal 15 Desember 1955 diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota Konstituante yang diserahi tugas membuat Undang-Undang Dasar.</p> <p>Namun, Konstituante yang semula diharapkan dapat menetapkan Undang-Undang Dasar ternyata menemui jalan buntu. Di tengah perdebatan yang tak berujung pangkal, pada tanggal 22 April 1959 Pemerintah menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945, tetapi anjuran ini pun tidak mencapai kesepakatan di antara anggota Konstituante.</p> <p>Dalam suasana yang tidak menguntungkan itu, tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisikan :</p> <ul><li>Pembubaran Konstituante,</li><li>Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUD Sementara 1950,</li><li>Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).</li></ul> <p>Untuk melaksanakan Pembentukan MPRS sebagaimana diperintahkan oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Presiden mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 yang mengatur Pembentukan MPRS sebagai berikut :</p> <ul><li>MPRS terdiri atas Anggota DPR Gotong Royong ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.</li><li>Jumlah Anggota MPR ditetapkan oleh Presiden.</li><li>Yang dimaksud dengan daerah dan golongan-golongan ialah Daerah Swatantra Tingkat I dan Golongan Karya.</li><li>Anggota tambahan MPRS diangkat oleh Presiden dan mengangkat sumpah menurut agamanya di hadapan Presiden atau Ketua MPRS yang dikuasakan oleh Presiden.</li><li>MPRS mempunyai seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang diangkat oleh Presiden.</li></ul> <p>Jumlah anggota MPRS pada waktu dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 199 Tahun 1960 berjumlah 616 orang yang terdiri dari 257 Anggota DPR-GR, 241 Utusan Golongan Karya, dan 118 Utusan Daerah.</p> <p>Pada tanggal 30 September 1965 terjadi peristiwa pemberontakan G-30-S/PKI. Sebagai akibat logis dari peristiwa pengkhianatan G-30-S/PKI, mutlak diperlukan adanya koreksi total atas seluruh kebijaksanaan yang telah diambil sebelumnya dalam kehidupan kenegaraan. MPRS yang pembentukannya didasarkan pada Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan selanjutnya diatur dengan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959, setelah terjadi pemberontakan G-30-S/PKI, Penetapan Presiden tersebut dipandang tidak memadai lagi.</p> <p>Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka diadakan langkah pemurnian keanggotaan MPRS dari unsur PKI, dan ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1966 bahwa sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dipilih oleh rakyat, maka MPRS menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan UUD 1945 sampai MPR hasil Pemilihan Umum terbentuk.</p> <p>Rakyat yang merasa telah dikhianati oleh peristiwa pemberontakan G-30-S/PKI mengharapkan kejelasan pertangungjawaban Presiden Soekarno mengenai pemberontakan G-30-S/PKI berikut epilognya serta kemunduran ekonomi dan akhlak. Tetapi, pidato pertanggungjawaban Presiden Soerkarno yang diberi judul ”Nawaksara” ternyata tidak memuaskan MPRS sebagai pemberi mandat. Ketidakpuasan MPRS diwujudkan dalam Keputusan MPRS Nomor 5 Tahun 1966 yang meminta Presiden Soekarno melengkapi pidato pertanggungjawabannya.</p> <p>Walaupun kemudian Presiden Seokarno memenuhi permintaan MPRS dalam suratnya tertangal 10 januari 1967 yang diberi nama “Pelengkap Nawaksara”, tetapi ternyata tidak juga memenuhi harapan rakyat. Setalah membahas surat Presiden tersebut, Pimpinan MPRS berkesimpulan bahwa Presiden Soekarno telah alpa dalam memenuhi kewajiban Konstitusional. Sementara itu DPR-GR dalam Resolusi dan Memorandumnya tertanggal 9 Februari 1967 dalam menilai “Nawaksara” beserta pelengkapnya berpendapat bahwa “Kepemimpinan Presiden Soekarno secara konstitusional, politis/ideologis membahayakan keselamatan bangsa, negara, dan Pancasila”.</p> <p>Dalam kaitan itu, MPRS mengadakan Sidang Istimewa untuk memberhentikan Presiden Soekarno dari jabatan Presiden/Mandataris MPRS dan memilih/mengangkat Letnan Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden/Mandataris sesuai Pasal 3 Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966, serta memerintahkan Badan Kehakiman yang berwenang untuk mengadakan pengamatan, pemeriksaan, dan penuntutan secara hukum.</p> <h3><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Masa_Reformasi_.281999-sekarang.29">Masa Reformasi (1999-sekarang)</span></h3> <p>Bergulirnya reformasi yang menghasilkan perubahan konstitusi telah mendorong para pengambil keputusan untuk tidak menempatkan MPR dalam posisi sebagai lembaga tertinggi. Setelah reformasi, MPR menjadi lembaga negara yang sejajar kedudukannya dengan lembaga-lembaga negara lainnya, bukan lagi penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Perubahan Undang-Undang Dasar telah mendorong penataan ulang posisi lembaga-lembaga negara terutama mengubah kedudukan, fungsi dan kewenangan MPR yang dianggap tidak selaras dengan pelaksanaan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat sehingga sistem ketatanegaraan dapat berjalan optimal.</p> <p>Pasal 1 ayat (2) yang semula berbunyi: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” , setelah perubahan Undang-Undang Dasar diubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh sebuah lembaga negara, yaitu MPR, tetapi melalui cara-cara dan oleh berbagai lembaga negara yang ditentukan oleh UUD 1945.</p> <p>Tugas, dan wewenang MPR secara konstitusional diatur dalam Pasal 3 UUD 1945, yang sebelum maupun setelah perubahan salah satunya mempunyai tugas mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar negara yang mengatur hal-hal penting dan mendasar. Oleh karena itu dalam perkembangan sejarahnya MPR dan konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar mempunyai keterkaitan yang erat seiring dengan perkembangan ketatanegaraan Indonesia.</p> <span class="fullpost"> </span>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-15527810749463601312011-06-16T11:04:00.000-07:002011-06-16T11:06:55.762-07:00Fungsi, Wewenang, dan Hak DPR<h2><span class="editsection"></span> <span class="mw-headline" id="Fungsi">Fungsi</span></h2> <p>DPR mempunyai fungsi ; legislasi, anggaran, dan pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat.</p> <h3><span class="editsection"></span> <span class="mw-headline" id="Legislasi">Legislasi</span></h3> <p>Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang.</p> <h3><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Anggaran">Anggaran</span></h3> <p>Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.</p> <h3><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Pengawasan">Pengawasan</span></h3> <p>Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.</p> <h2><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Tugas_dan_wewenang">Tugas dan wewenang</span></h2> <p>Tugas dan wewenang DPR antara lain:</p> <ul><li>Membentuk <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang" title="Undang-Undang" class="mw-redirect">Undang-Undang</a> yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama</li><li>Membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Peraturan_Pemerintah_Pengganti_Undang-undang&action=edit&redlink=1" class="new" title="Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (halaman belum tersedia)">Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang</a> yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang</li><li>Menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah serta membahas membahas rancangan undang-undang tersebut bersama Presiden dan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden</li><li>Membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden</li><li>Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama</li><li>Membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden</li><li>Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan APBN</li><li>Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama</li><li>Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang</li><li>Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi</li><li>Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain</li><li>Memilih anggota <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Pemeriksa_Keuangan" title="Badan Pemeriksa Keuangan">BPK</a> dengan memperhatikan pertimbangan DPD</li><li>Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh BPK</li><li>Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Yudisial" title="Komisi Yudisial">KY</a></li><li>Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden</li><li>Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden</li><li>Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara</li><li>Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain</li><li>Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat</li><li>Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam undang-undang</li></ul> <p>DPR dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan bangsa dan negara. Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat wajib memenuhi permintaan DPR tersebut. Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat yang melanggar ketentuan tersebut dikenakan panggilan paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal panggilan paksa tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 (lima belas) hari sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal pejabat yang disandera habis masa jabatannya atau berhenti dari jabatannya, yang bersangkutan dilepas dari penyanderaan demi hukum.</p> <h2><span class="editsection"></span> <span class="mw-headline" id="Hak">Hak</span></h2> <p>DPR mempunyai bebrapa hak, yaitu; hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.</p> <h3><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Hak_interplasi">Hak interplasi</span></h3> <p>Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.</p> <h3><span class="editsection"></span> <span class="mw-headline" id="Hak_angket">Hak angket</span></h3> <p>Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.</p> <h3><span class="editsection"></span> <span class="mw-headline" id="Hak_menyatakan_pendapat">Hak menyatakan pendapat</span></h3> <p>Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:</p> <ul><li>Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional</li><li>Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket</li><li>Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.<span class="editsection"><span style="font-weight: bold;"></span></span></li></ul> <span class="fullpost"> </span>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-27428263811654236482011-06-16T10:51:00.000-07:002011-06-16T11:00:28.044-07:00Sejarah Dewan Perwakilan Rakyat<span style="font-weight: bold;font-size:130%;" >Sejarah DPR </span><br />Masa awal kemerdekaan (1945-1949)<br /><br />Pada awal kemerdekaan, lembaga-lembaga negara yang diamanatkan UUD 1945 belum dibentuk. Dengan demikian, Sesuai dengan pasal 4 aturan peralihan dalam UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional Pusat (KNIP). Komite ini merupakan cikal bakal badan legislatif di Indonesia.<br />.<br /><br /><br /><span class="fullpost"> <br />Anggota KNIP tersebut berjumlah 60 orang tetapi sumber yang lain menyatakan terdapat 103 anggota KNIP. KNIP sebagai MPR sempat bersidang sebanyak 6 kali, dalam melakukan kerja DPR dibentuk Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, Badan Pekerja tersebut berhasil menyetujui 133 RUU disamping pengajuan mosi, resolusi, usul dan lain-lain.<br /><br />Masa Republik Indonesia Serikat (1949-1950)<br /><br />Pada masa ini tidak diketuhi secara pasti bagaimana keberadaan DPR karena sedang terjadi kekacauan politik, dimana fokus utama berada di pemerintah federal RIS.<br /><br /><br />Masa Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (1950-1956)<br /><br />Pada tanggal 14 Agustus 1945, DPR dan Senat RIS menyetujui Rancangan UUDS NKRI (UU No. 7/1850, LN No. 56/1950). Pada tanggal 15 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat dimana dibacakan piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang bertujuan: 1. Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk federasi; 2. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.<br /><br />Sesuai isi Pasal 77 UUDS, ditetapkan jumlah anggota DPRS adalah 236 orang, yaitu 148 anggota dari DPR-RIS, 29 anggota dari Senat RIS, 46 anggota dari Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, dan 13 anggota dari DPA RI Yogyakarta.<br /><br /><br />Masa DPR hasil pemilu 20 Maret 1956 (1956-1959)<br /><br />DPR ini adalah hasil pemilu 1956 yang jumlah anggota yang dipilih sebanyak 272 orang. Pemilu 1956 juga memilih 542 orang anggota konstituante.<br /><br />Tugas dan wewenang DPR hasil pemilu 1955 sama dengan posisi DPRS secara keseluruhan, karena landasan hukum yang berlaku adalah UUDS. Banyaknya jumlah fraksi di DPR serta tidak adanya satu dua partai yang kuat, telah memberi bayangan bahwa pemerintah merupakan hasil koalisi. Dalam masa ini terdapat 3 kabinet yaitu kabinet Burhanuddin Harahap, kabinet Ali Sastroamidjojo, dan kabinet Djuanda.<br /><br /><br /> Masa DPR Hasil Pemilu 1959 berdasarkan UUD 1945 (1959-1965)<br /><br />Jumlah anggota sebanyak 262 orang kembali aktif setelah mengangkat sumpah. Dalam DPR terdapat 19 fraksi, didominasi PNI, Masjumi, NU, dan PKI.<br /><br />Dengan Penpres No. 3 tahun 1960, Presiden membubarkan DPR karena DPR hanya menyetujui 36 milyar rupiah APBN dari 44 milyar yang diajukan. Sehubungan dengan hal tersebut, presiden mengeluarkan Penpres No. 4 tahun 1960 yang mengatur Susunan DPR-GR.<br /><br />DPR-GR beranggotakan 283 orang yang semuanya diangkat oleh Presiden dengan Keppres No. 156 tahun 1960. Adapun salah satu kewajiban pimpinan DPR-GR adalah memberikan laporan kepada Presiden pada waktu-waktu tertentu, yang mana menyimpang dari pasal 5, 20, 21 UUD 1945. Selama 1960-1965, DPR-GR menghasilkan 117 UU dan 26 usul pernyataan pendapat.<br /><br /><br /> Masa DPR Gotong Royong tanpa Partai Komunis Indonesia (1965-1966)<br /><br />Setelah peristiwa G.30.S/PKI, DPR-GR membekukan sementara 62 orang anggota DPR-GR eks PKI dan ormas-ormasnya. DPR-GR tanpa PKI dalam masa kerjanya 1 tahun, telah mengalami 4 kali perubahan komposisi pimpinan, yaitu: a. Periode 15 November 1965-26 Februari 1966. b. Periode 26 Februari 1966-2 Mei 1966. c. Periode 2 Mei 1966-16 Mei 1966. d. Periode 17 Mei 1966-19 November 1966. Secara hukum, kedudukan pimpinan DPR-GR masih berstatus sebagai pembantu Presiden sepanjang Peraturan Presiden No. 32 tahun 1964 belum dicabut.<br /><br />Dalam rangka menanggapi situasi masa transisi, DPR-GR memutuskan untuk membentuk 2 buah panitia: a. Panitia politik, berfungsi mengikuti perkembangan dalam berbagai masalah bidang politik. b. Panitia ekonomi, keuangan dan pembangunan, bertugas memonitor situasi ekonomi dan keuangan serta membuat konsepsi tentang pokok-pokok pemikiran ke arah pemecahannya.<br /><br /><br />Masa Orde Baru (1966-1999)<br /><br />Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian dikukuhkan dalam UU No. 10/1966, maka DPR-GR Masa Orde Baru memulai kerjanya dengan menyesuaikan diri dari Orde Lama ke Orde Baru. Kedudukan, tugas dan wewenang DPR-GR 1966-1971 yang bertanggung jawab dan berwewenang untuk menjalankan tugas-tugas utama sebagai berikut:<br /><br /> 1. Bersama-sama dengan pemerintah menetapkan APBN sesuai dengan pasal 23 ayat 1 UUD 1945 beserta penjelasannya.<br /> 2. Bersama-sama dengan pemerintah membentuk UU sesuai dengan pasal 5 ayat 1, pasal 20, pasal 21 ayat 1 dan pasal 22 UUD 1945 beserta penjelasannya.<br /> 3. Melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah sesuai dengan UUD 1945 dan penjelasannya, khususnya penjelasan bab 7.<br /><br />Selama masa orde baru DPR dianggap sebagai Tukang Stempel kebijakan pemerintah yang berkuasa karena DPR dikuasai oleh Golkar yang merupakan pendukung pemerintah.<br /><br /><br /> Masa reformasi (1999-sekarang)<br /><br />Banyaknya skandal korupsi dan kasus pelecehan seksual merupakan bentuk nyata bahwa DPR tidak lebih baik dibandingkan dengan yang sebelumnya. Mantan ketua MPR-RI 1999 s.d 2004, Amien Rais, bahkan mengatakan DPR yang sekarang hanya merupakan stempel dari pemerintah karena tidak bisa melakukan fungsi pengawasannya demi membela kepentingan rakyat. Hal itu tercermin dari ketidakmampuan DPR dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang terbilang tidak pro rakyat seperti kenaikan BBM, kasus lumpur Lapindo, dan banyak kasus lagi. Selain itu, DPR masih menyisakan pekerjaan yakni belum terselesaikannya pembahasan beberapa undang-undang. Buruknya kinerja DPR pada era reformasi membuat rakyat sangat tidak puas terhadap para anggota legislatif. Ketidakpuasan rakyat tersebut dapat dilihat dari banyaknya aksi demonstrasi yang menentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak dikritisi oleh DPR. Banyaknya judicial review yang diajukan oleh masyarakat dalam menuntut keabsahan undang-undang yang dibuat oleh DPR saat ini juga mencerminkan bahwa produk hukum yang dihasilkan mereka tidak memuaskan rakyat.<br /><br />Dalam konsep Trias Politika, di mana DPR berperan sebagai lembaga legislatif yang berfungsi untuk membuat undang-undang dan mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang yang dilakukan oleh pemerintah sebagai lembaga eksekutif. Fungsi pengawasan dapat dikatakan telah berjalan dengan baik apabila DPR dapat melakukan tindakan kritis atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Sementara itu, fungsi legislasi dapat dikatakan berjalan dengan baik apabila produk hukum yang dikeluarkan oleh DPR dapat memenuhi aspirasi dan kepentingan seluruh rakyat </span>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-19157128589750493492011-06-12T18:52:00.000-07:002011-06-12T18:53:58.141-07:00UU No 33 Tahun 2004UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIAUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA<br />NOMOR 33 TAHUN 2004<br />TENTANG<br />PERIMBANGAN KEUANGAN<br />ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH<br />DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br />Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945<br />mengamanatkan diselenggarakan otonomi seluas-luasnya dalam<br />kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;<br />b. bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber<br />daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan<br />Pemerintahan Daerah, dan antar Pemerintahan Daerah perlu diatur<br />secara adil dan selaras;<br />c. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui<br />penyediaan sumber-sumber pendanaan berdasarkan kewenangan<br />Pemerintah Pusat, Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas<br />Pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan antara Pemerintah<br />Pusat dan Pemerintahan Daerah berupa sistem keuangan yang diatur<br />berdasarkan pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang<br />jelas antarsusunan pemerintahan;<br />d. bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan<br />Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah sudah tidak sesuai<br />dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan serta tuntutan<br />penyelenggaraan otonomi daerah, sehingga perlu diganti;<br />e. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c dan<br />huruf d, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Perimbangan<br />Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;<br />Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23,<br />Pasal 23C, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik<br />Indonesia Tahun 1945;<br />2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara<br />(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan<br />Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);<br />3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara<br />(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan<br />Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);<br />4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan<br />Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran<br />Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan<br />Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);<br />5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah<br />(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,<br />Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);<br />Dengan Persetujuan Bersama<br />DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA<br />dan<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br />MEMUTUSKAN:<br />Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA<br />PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.<br />BAB I<br />KETENTUAN UMUM<br />Pasal 1<br />Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:<br />1. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah<br />Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan<br />Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-<br />Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.<br />2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan<br />oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan Tugas<br />Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan<br />prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud<br />dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.<br />3. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah<br />adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional,<br />demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan<br />penyelenggaraan Desentralisasi, dengan memper-timbangkan potensi,<br />kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan<br />Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.<br />4. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan<br />perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.<br />5. Daerah otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan<br />masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang<br />mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan<br />masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi<br />masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />6. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi<br />daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.<br />7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD<br />adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara<br />Pemerintahan Daerah.<br />8. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh<br />Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus<br />urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik<br />Indonesia.<br />9. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada<br />gubernur sebagai wakil Pemerintah.<br />10. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah<br />dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan<br />mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.<br />11. Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.<br />12. Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.<br />13. Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai<br />penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.<br />14. Belanja daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai<br />pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang<br />bersangkutan.<br />15. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali<br />dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun<br />anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.<br />16. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN<br />adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara yang disetujui<br />oleh Dewan Perwakilan Rakyat.<br />17. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD<br />adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas<br />dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan<br />Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.<br />18. Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan<br />yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah<br />sesuai dengan peraturan perundang-undangan.<br />19. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan<br />APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan<br />Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.<br />20. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN<br />yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk<br />mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.<br />21. Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang<br />bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan<br />pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai<br />kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.<br />22. Celah fiskal dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal Daerah<br />dan kapasitas fiskal Daerah.<br />23. Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang<br />bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah<br />tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang<br />merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.<br />24. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah<br />menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang<br />dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk<br />membayar kembali.<br />25. Obligasi Daerah adalah Pinjaman Daerah yang ditawarkan kepada<br />publik melalui penawaran umum di pasar modal.<br />26. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang<br />dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup<br />semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan<br />Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi<br />vertikal pusat di daerah.<br />27. Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang<br />dilaksanakan oleh Daerah yang mencakup semua penerimaan dan<br />pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan.<br />28. Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara<br />asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah,<br />badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk<br />devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan<br />pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.<br />29. Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan<br />kepada Daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa,<br />dan/atau krisis solvabilitas.<br />30. Rencana Kerja Pemerintah Daerah, selanjutnya disebut RKPD, adalah<br />dokumen perencanaan daerah provinsi, kabupaten, dan kota untuk<br />periode 1 (satu) tahun.<br />31. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, selanjutnya disebut<br />Renja SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat<br />Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.<br />32. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah,<br />selanjutnya disebut RKA SKPD, adalah dokumen perencanaan dan<br />penganggaran yang berisi program dan kegiatan Satuan Kerja<br />Perangkat Daerah yang merupakan penjabaran dari Rencana Kerja<br />Pemerintah Daerah dan rencana strategis Satuan Kerja Perangkat<br />Daerah yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran, serta anggaran<br />yang diperlukan untuk melaksanakannya.<br />33. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan<br />penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja<br />Perangkat Daerah.<br />34. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan<br />barang milik Negara/Daerah.<br />BAB II<br />PRINSIP KEBIJAKAN PERIMBANGAN KEUANGAN<br />Pasal 2<br />(1) Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah<br />merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi<br />pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.<br />(2) Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintahan Daerah<br />dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didasarkan atas penyerahan<br />tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan<br />memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.<br />(3) Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah<br />merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan<br />penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas<br />Pembantuan.<br />Pasal 3<br />(1) PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah<br />untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi<br />Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi.<br />(2) Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara<br />Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar-Pemerintah Daerah.<br />(3) Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam<br />rangka penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah.<br />(4) Lain-lain Pendapatan bertujuan memberi peluang kepada Daerah<br />untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).<br />BAB III<br />DASAR PENDANAAN<br />PEMERINTAHAN DAERAH<br />Pasal 4<br />(1) Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah dalam rangka<br />pelaksanaan Desentralisasi didanai APBD.<br />(2) Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh<br />gubernur dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi didanai APBN.<br />(3) Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh<br />gubernur dalam rangka Tugas Pembantuan didanai APBN.<br />(4) Pelimpahan kewenangan dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi<br />dan/atau penugasan dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan<br />dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah diikuti dengan pemberian<br />dana.<br />BAB IV<br />SUMBER PENERIMAAN DAERAH<br />Pasal 5<br />(1) Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas<br />Pendapatan Daerah dan Pembiayaan.<br />(2) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber<br />dari:<br />a. Pendapatan Asli Daerah;<br />b. Dana Perimbangan; dan<br />c. Lain-lain Pendapatan.<br />(3) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:<br />a. sisa lebih perhitungan anggaran Daerah;<br />b. penerimaan Pinjaman Daerah;<br />c. Dana Cadangan Daerah; dan<br />d. hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan.<br />BAB V<br />PENDAPATAN ASLI DAERAH<br />Pasal 6<br />(1) PAD bersumber dari:<br />a. Pajak Daerah;<br />b. Retribusi Daerah;<br />c. hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan<br />d. lain-lain PAD yang sah.<br />(2) Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,<br />meliputi:<br />a. hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan;<br />b. jasa giro;<br />c. pendapatan bunga;<br />d. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;<br />dan<br />e. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari<br />penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.<br />Pasal 7<br />Dalam upaya meningkatkan PAD, Daerah dilarang:<br />a. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan<br />ekonomi biaya tinggi; dan<br />b. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat<br />mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan<br />kegiatan impor/ekspor.<br />Pasal 8<br />Ketentuan mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai<br />dengan Undang-Undang.<br />Pasal 9<br />Ketentuan mengenai hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c ditetapkan<br />berdasarkan peraturan perundang-undangan.<br />BAB VI<br />DANA PERIMBANGAN<br />Bagian Kesatu<br />Jenis<br />Pasal 10<br />(1) Dana Perimbangan terdiri atas:<br />a. Dana Bagi Hasil;<br />b. Dana Alokasi Umum; dan<br />c. Dana Alokasi Khusus.<br />(2) Jumlah Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN.<br />Bagian Kedua<br />Dana Bagi Hasil<br />Pasal 11<br />(1) Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.<br />(2) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud<br />pada ayat (1) terdiri atas:<br />a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);<br />b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan<br />c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak<br />Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.<br />(3) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) berasal dari:<br />a. kehutanan;<br />b. pertambangan umum;<br />c. perikanan;<br />d. pertambangan minyak bumi;<br />e. pertambangan gas bumi; dan<br />f. pertambangan panas bumi.<br />Pasal 12<br />(1) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB dan BPHTB sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a dan huruf b dibagi antara<br />daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah.<br />(2) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% (sembilan puluh<br />persen) untuk Daerah dengan rincian sebagai berikut:<br />a. 16,2% (enam belas dua persepuluh persen) untuk daerah provinsi<br />yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum<br />Daerah provinsi;<br />b. 64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk<br />daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke<br />Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota; dan<br />c. 9% (sembilan persen) untuk biaya pemungutan.<br />(3) 10% (sepuluh persen) bagian Pemerintah dari penerimaan PBB<br />dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten dan kota yang<br />didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan,<br />dengan imbangan sebagai berikut:<br />a. 65% (enam puluh lima persen) dibagikan secara merata kepada<br />seluruh daerah kabupaten dan kota; dan<br />b. 35% (tiga puluh lima persen) dibagikan sebagai insentif kepada<br />daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya<br />mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu.<br />(4) Dana Bagi Hasil dari penerimaan BPHTB adalah sebesar 80%<br />(delapan puluh persen) dengan rincian sebagai berikut:<br />a. 16% (enam belas persen) untuk daerah provinsi yang<br />bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah<br />provinsi; dan<br />b. 64% (enam puluh empat persen) untuk daerah kabupaten dan<br />kota penghasil dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah<br />kabupaten/kota.<br />(5) 20% (dua puluh persen) bagian Pemerintah dari penerimaan BPHTB<br />dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten<br />dan kota.<br />(6) Penyaluran Dana Bagi Hasil PBB dan BPHTB sebagaimana dimaksud<br />pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan sesuai dengan peraturan<br />perundang-undangan.<br />Pasal 13<br />(1) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib<br />Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c yang merupakan bagian<br />Daerah adalah sebesar 20% (dua puluh persen).<br />(2) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh sebagaimana dimaksud pada<br />ayat (1) dibagi antara Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota.<br />(3) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib<br />Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) dibagi dengan imbangan 60% (enam puluh<br />persen) untuk kabupaten/kota dan 40% (empat puluh persen) untuk<br />provinsi.<br />(4) Penyaluran Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (3)<br />dilaksanakan secara triwulanan.<br />Pasal 14<br />Pembagian Penerimaan Negara yang berasal dari sumber daya alam<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) ditetapkan sebagai berikut:<br />a. Penerimaan Kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak<br />Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)<br />yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan dibagi dengan<br />imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan<br />puluh persen) untuk Daerah.<br />b. Penerimaan Kehutanan yang berasal dari Dana Reboisasi dibagi dengan<br />imbangan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk Pemerintah dan 40%<br />(empat puluh persen) untuk Daerah.<br />c. Penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan dari wilayah Daerah<br />yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen)<br />untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah.<br />d. Penerimaan Perikanan yang diterima secara nasional dibagi dengan<br />imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan<br />puluh persen) untuk seluruh kabupaten/kota.<br />e. Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi yang dihasilkan dari wilayah<br />Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan<br />pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi<br />dengan imbangan:<br />1. 84,5% (delapan puluh empat setengah persen) untuk Pemerintah;<br />dan<br />2. 15,5% (lima belas setengah persen) untuk Daerah.<br />f. Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari wilayah<br />Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan<br />pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi<br />dengan imbangan:<br />1. 69,5% (enam puluh sembilan setengah persen) untuk Pemerintah;<br />dan<br />2. 30,5% (tiga puluh setengah persen) untuk Daerah.<br />g. Pertambangan Panas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang<br />bersangkutan yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak, dibagi<br />dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80%<br />(delapan puluh persen) untuk Daerah.<br />Pasal 15<br />(1) Dana Bagi Hasil dari penerimaan IHPH yang menjadi bagian Daerah<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, dibagi dengan rincian:<br />a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi; dan<br />b. 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota<br />penghasil.<br />(2) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PSDH yang menjadi bagian Daerah<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, dibagi dengan rincian:<br />a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan;<br />b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota<br />penghasil; dan<br />c. 32% (tiga puluh dua persen) dibagikan dengan porsi yang<br />sama besar untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang<br />bersangkutan.<br />Pasal 16<br />Dana Bagi Hasil dari Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal<br />14 huruf b:<br />a. 60% (enam puluh persen) bagian Pemerintah digunakan untuk<br />rehabilitasi hutan dan lahan secara nasional; dan<br />b. 40% (empat puluh persen) bagian daerah digunakan untuk kegiatan<br />rehabilitasi hutan dan lahan di kabupaten/kota penghasil.<br />Pasal 17<br />(1) Penerimaan Pertambangan Umum sebagaimana dimaksud dalam<br />Pasal 14 huruf c terdiri atas:<br />a. Penerimaan Iuran Tetap (Land-rent); dan<br />b. Penerimaan Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalti).<br />(2) Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran Tetap (Land-rent) yang<br />menjadi bagian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,<br />dibagi dengan rincian:<br />a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan<br />b. 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota penghasil.<br />(3) Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran Eksplorasi dan Iuran<br />Eksploitasi (Royalti) yang menjadi bagian Daerah sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) huruf b, dibagi dengan rincian:<br />a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan;<br />b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan<br />c. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam<br />provinsi yang bersangkutan.<br />(4) Bagian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c,<br />dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota<br />dalam provinsi yang bersangkutan.<br />Pasal 18<br />(1) Penerimaan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf<br />d terdiri atas:<br />a. Penerimaan Pungutan Pengusahaan Perikanan; dan<br />b. Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan.<br />(2) Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara sektor perikanan<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d dibagikan dengan<br />porsi yang sama besar kepada kabupaten/kota di seluruh Indonesia.<br />Pasal 19<br />(1) Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang<br />dibagikan ke Daerah adalah Penerimaan Negara dari sumber daya<br />alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dari wilayah Daerah<br />yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan<br />lainnya.<br />(2) Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 sebesar 15% (lima belas<br />persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:<br />a. 3% (tiga persen) dibagikan untuk provinsi yang ber-sangkutan;<br />b. 6% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan<br />c. 6% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam<br />provinsi yang bersangkutan.<br />(3) Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud<br />dalam Pasal 14 huruf f angka 2 sebesar 30% (tiga puluh persen)<br />dibagi dengan rincian sebagai berikut:<br />a. 6% (enam persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan;<br />b. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota<br />penghasil; dan<br />c. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya<br />dalam provinsi bersangkutan.<br />(4) Bagian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c<br />dan ayat (3) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk<br />semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.<br />Pasal 20<br />(1) Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 dan huruf f<br />angka 2 sebesar 0,5% (setengah persen) dialokasikan untuk<br />menambah anggaran pendidikan dasar.<br />(2) Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi masingmasing<br />dengan rincian sebagai berikut:<br />a. 0,1% (satu persepuluh persen) dibagikan untuk provinsi yang<br />bersangkutan;<br />b. 0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/ kota<br />penghasil; dan<br />c. 0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/ kota<br />lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.<br />(3) Bagian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c,<br />dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota<br />dalam provinsi yang bersangkutan.<br />Pasal 21<br />(1) Penerimaan Negara dari Pertambangan Panas Bumi sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 14 huruf g merupakan Penerimaan Negara<br />Bukan Pajak yang terdiri atas:<br />a. Setoran Bagian Pemerintah; dan<br />b. Iuran tetap dan iuran produksi.<br />(2) Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Pertambangan Panas Bumi yang<br />dibagikan kepada Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14<br />huruf g dibagi dengan rincian:<br />a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan;<br />b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan<br />c. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam<br />provinsi yang bersangkutan.<br />(3) Bagian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c,<br />dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota<br />dalam provinsi yang bersangkutan.<br />Pasal 22<br />Pemerintah menetapkan alokasi Dana Bagi Hasil yang berasal dari sumber<br />daya alam sesuai dengan penetapan dasar perhitungan dan daerah<br />penghasil.<br />Pasal 23<br />Dana Bagi Hasil yang merupakan bagian Daerah sebagaimana dimaksud<br />dalam Pasal 11 disalurkan berdasarkan realisasi penerimaan tahun<br />anggaran berjalan.<br />Pasal 24<br />(1) Realisasi penyaluran Dana Bagi Hasil yang berasal dari sektor minyak<br />bumi dan gas bumi tidak melebihi 130% (seratus tiga puluh persen)<br />dari asumsi dasar harga minyak bumi dan gas bumi dalam APBN<br />tahun berjalan.<br />(2) Dalam hal Dana Bagi Hasil sektor minyak bumi dan gas bumi<br />sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi 130% (seratus tiga<br />puluh persen), penyaluran dilakukan melalui mekanisme APBN<br />Perubahan.<br />Pasal 25<br />Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20<br />ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi administrasi berupa pemotongan atas<br />penyaluran Dana Bagi Hasil sektor minyak bumi dan gas bumi.<br />Pasal 26<br />Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Bagi Hasil diatur dengan Peraturan<br />Pemerintah.<br />Bagian Ketiga<br />Dana Alokasi Umum<br />Pasal 27<br />(1) Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua<br />puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang<br />ditetapkan dalam APBN.<br />(2) DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan<br />alokasi dasar.<br />(3) Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kebutuhan<br />fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah.<br />(4) Alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung<br />berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.<br />Pasal 28<br />(1) Kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah<br />untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum.<br />(2) Setiap kebutuhan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />diukur secara berturut-turut dengan jumlah penduduk, luas wilayah,<br />Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per<br />kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia.<br />(3) Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan Daerah yang<br />berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil.<br />Pasal 29<br />Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan<br />berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.<br />Pasal 30<br />(1) DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi sebagai-mana<br />dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dihitung berdasarkan perkalian<br />bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh<br />daerah provinsi.<br />(2) Bobot daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah provinsi yang<br />bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah provinsi.<br />Pasal 31<br />(1) DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah kabupaten/kota<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dihitung berdasarkan<br />perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan<br />jumlah DAU seluruh daerah kabupaten/ kota.<br />(2) Bobot daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah kabupaten/kota<br />yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah<br />kabupaten/kota.<br />Pasal 32<br />(1) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol menerima<br />DAU sebesar alokasi dasar.<br />(2) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut<br />lebih kecil dari alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar<br />setelah dikurangi nilai celah fiskal.<br />(3) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut<br />sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU.<br />Pasal 33<br />Data untuk menghitung kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 28 diperoleh dari lembaga statistik pemerintah<br />dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat<br />dipertanggungjawabkan.<br />Pasal 34<br />Pemerintah merumuskan formula dan penghitungan DAU sebagai-mana<br />dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 dengan memperhatikan<br />pertimbangan dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan<br />terhadap kebijakan otonomi daerah.<br />Pasal 35<br />Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan<br />dengan Keputusan Presiden.<br />Pasal 36<br />(1) Penyaluran DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35<br />dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua<br />belas) dari DAU Daerah yang bersangkutan.<br />(2) Penyaluran DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan<br />sebelum bulan bersangkutan.<br />Pasal 37<br />Ketentuan lebih lanjut mengenai DAU diatur dalam Peraturan Pemerintah.<br />Bagian Keempat<br />Dana Alokasi Khusus<br />Pasal 38<br />Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN.<br />Pasal 39<br />(1) DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan<br />khusus yang merupakan urusan Daerah.<br />(2) Kegiatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan<br />fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN.<br />Pasal 40<br />(1) Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum,<br />kriteria khusus, dan kriteria teknis.<br />(2) Kriteria umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan<br />dengan mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam<br />APBD.<br />(3) Kriteria khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan<br />dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan<br />karakteristik Daerah.<br />(4) Kriteria teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh<br />kementerian Negara/departemen teknis.<br />Pasal 41<br />(1) Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping<br />sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari alokasi DAK.<br />(2) Dana Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan<br />dalam APBD.<br />(3) Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan<br />menyediakan Dana Pendamping.<br />Pasal 42<br />Ketentuan lebih lanjut mengenai DAK diatur dalam Peraturan Pemerintah.<br />BAB VII<br />LAIN-LAIN PENDAPATAN<br />Pasal 43<br />Lain-lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan Dana<br />Darurat.<br />Pasal 44<br />(1) Pendapatan hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 merupakan<br />bantuan yang tidak mengikat.<br />(2) Hibah kepada Daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan<br />melalui Pemerintah.<br />(3) Hibah dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara Pemerintah<br />Daerah dan pemberi hibah.<br />(4) Hibah digunakan sesuai dengan naskah perjanjian sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (3).<br />Pasal 45<br />Tata cara pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari dalam<br />negeri maupun luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah.<br />Pasal 46<br />(1) Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN<br />untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional<br />dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh<br />Daerah dengan menggunakan sumber APBD.<br />(2) Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/atau<br />peristiwa luar biasa ditetapkan oleh Presiden.<br />Pasal 47<br />(1) Pemerintah dapat mengalokasikan Dana Darurat pada Daerah yang<br />dinyatakan mengalami krisis solvabilitas.<br />(2) Daerah dinyatakan mengalami krisis solvabilitas sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) berdasarkan evaluasi Pemerintah sesuai<br />dengan peraturan perundang-undangan.<br />(3) Krisis solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan<br />oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan<br />Rakyat.<br />Pasal 48<br />Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Darurat diatur dengan Peraturan<br />Pemerintah.<br />BAB VIII<br />PINJAMAN DAERAH<br />Bagian Kesatu<br />Batasan Pinjaman<br />Pasal 49<br />(1) Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman<br />Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan keadaan<br />dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional.<br />(2) Batas maksimal kumulatif pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat<br />(1) tidak melebihi 60% (enam puluh persen) dari Produk Domestik<br />Bruto tahun bersangkutan.<br />(3) Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman<br />Pemerintah Daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan<br />Agustus untuk tahun anggaran berikutnya.<br />(4) Pengendalian batas maksimal kumulatif Pinjaman Daerah sesuai<br />dengan peraturan perundang-undangan.<br />Pasal 50<br />(1) Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar<br />negeri.<br />(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat<br />(1), dikenakan sanksi administratif berupa penundaan dan/atau<br />pemotongan atas penyaluran Dana Perimbangan oleh Menteri<br />Keuangan.<br />Bagian Kedua<br />Sumber Pinjaman<br />Pasal 51<br />(1) Pinjaman Daerah bersumber dari:<br />a. Pemerintah;<br />b. Pemerintah Daerah lain;<br />c. lembaga keuangan bank;<br />d. lembaga keuangan bukan bank; dan<br />e. masyarakat.<br />(2) Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan melalui Menteri Keuangan.<br />(3) Pinjaman Daerah yang bersumber dari masyarakat sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) huruf e berupa Obligasi Daerah diterbitkan<br />melalui pasar modal.<br />Bagian Ketiga<br />Jenis dan Jangka Waktu Pinjaman<br />Pasal 52<br />(1) Jenis Pinjaman terdiri atas :<br />a. Pinjaman Jangka Pendek;<br />b. Pinjaman Jangka Menengah; dan<br />c. Pinjaman Jangka Panjang.<br />(2) Pinjaman Jangka Pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf<br />a merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu kurang atau sama<br />dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali<br />pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain<br />seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan.<br />(3) Pinjaman Jangka Menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />huruf b merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari<br />satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman<br />yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi<br />dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala<br />Daerah yang bersangkutan.<br />(4) Pinjaman Jangka Panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf<br />c merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu<br />tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang<br />meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada<br />tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan<br />perjanjian pinjaman yang bersangkutan.<br />Bagian Keempat<br />Penggunaan Pinjaman<br />Pasal 53<br />(1) Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup<br />kekurangan arus kas.<br />(2) Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai<br />penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan peneri-maan.<br />(3) Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek<br />investasi yang menghasilkan penerimaan.<br />(4) Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan<br />persetujuan DPRD.<br />Bagian Kelima<br />Persyaratan Pinjaman<br />Pasal 54<br />Dalam melakukan pinjaman, Daerah wajib memenuhi persyaratan:<br />a. jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan<br />ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah<br />penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;<br />b. rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman<br />ditetapkan oleh Pemerintah;<br />c. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal<br />dari Pemerintah.<br />Pasal 55<br />(1) Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain.<br />(2) Pendapatan Daerah dan/atau barang milik Daerah tidak boleh<br />dijadikan jaminan Pinjaman Daerah.<br />(3) Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik Daerah<br />yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi<br />Daerah.<br />Bagian Keenam<br />Prosedur Pinjaman Daerah<br />Pasal 56<br />(1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada Pemerintah Daerah<br />yang dananya berasal dari luar negeri.<br />(2) Pinjaman kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada<br />ayat (1) dilakukan melalui perjanjian penerusan pinjaman kepada<br />Pemerintah Daerah.<br />(3) Perjanjian penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)<br />dilakukan antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah.<br />(4) Perjanjian penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3)<br />dapat dinyatakan dalam mata uang Rupiah atau mata uang asing.<br />Bagian Ketujuh<br />Obligasi Daerah<br />Pasal 57<br />(1) Daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah dalam mata uang Rupiah<br />di pasar modal domestik.<br />(2) Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai<br />nominal Obligasi Daerah pada saat diterbitkan.<br />(3) Penerbitan Obligasi Daerah wajib memenuhi ketentuan dalam Pasal<br />54 dan Pasal 55 serta mengikuti peraturan perundang-undangan di<br />bidang pasar modal.<br />(4) Hasil penjualan Obligasi Daerah digunakan untuk membiayai investasi<br />sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan<br />manfaat bagi masyarakat.<br />(5) Penerimaan dari investasi sektor publik sebagaimana dimaksud pada<br />ayat (4) digunakan untuk membiayai kewajiban bunga dan pokok<br />Obligasi Daerah terkait dan sisanya disetorkan ke kas Daerah.<br />Pasal 58<br />(1) Dalam hal Pemerintah Daerah menerbitkan Obligasi Daerah, Kepala<br />Daerah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan DPRD dan<br />Pemerintah.<br />(2) Penerbitan Obligasi Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.<br />(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas nilai<br />bersih maksimal Obligasi Daerah yang akan diterbitkan pada saat<br />penetapan APBD.<br />Pasal 59<br />Pemerintah tidak menjamin Obligasi Daerah.<br />Pasal 60<br />Setiap Obligasi Daerah sekurang-kurangnya mencantumkan:<br />a. nilai nominal;<br />b. tanggal jatuh tempo;<br />c. tanggal pembayaran bunga;<br />d. tingkat bunga (kupon);<br />e. frekuensi pembayaran bunga;<br />f. cara perhitungan pembayaran bunga;<br />g. ketentuan tentang hak untuk membeli kembali Obligasi Daerah sebelum<br />jatuh tempo; dan<br />h. ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.<br />Pasal 61<br />(1) Persetujuan DPRD mengenai penerbitan Obligasi Daerah<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) meliputi pembayaran<br />semua kewajiban bunga dan pokok yang timbul sebagai akibat<br />penerbitan Obligasi Daerah dimaksud.<br />(2) Pemerintah Daerah wajib membayar bunga dan pokok setiap Obligasi<br />Daerah pada saat jatuh tempo.<br />(3) Dana untuk membayar bunga dan pokok sebagaimana dimaksud pada<br />ayat (2) disediakan dalam APBD setiap tahun sampai dengan<br />berakhirnya kewajiban tersebut.<br />(4) Dalam hal pembayaran bunga dimaksud melebihi perkiraan dana<br />sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah melakukan<br />pembayaran dan menyampaikan realisasi pembayaran tersebut<br />kepada DPRD dalam pembahasan Perubahan APBD.<br />Pasal 62<br />(1) Pengelolaan Obligasi Daerah diselenggarakan oleh Kepala Daerah.<br />(2) Pengelolaan Obligasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />sekurang-kurangnya meliputi:<br />a. penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan Obligasi Daerah<br />termasuk kebijakan pengendalian risiko;<br />b. perencanaan dan penetapan struktur portofolio Pinjaman Daerah;<br />c. penerbitan Obligasi Daerah;<br />d. penjualan Obligasi Daerah melalui lelang;<br />e. pembelian kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo;<br />f. pelunasan pada saat jatuh tempo; dan<br />g. pertanggungjawaban.<br />Bagian Kedelapan<br />Pelaporan Pinjaman<br />Pasal 63<br />(1) Pemerintah Daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan<br />kewajiban pinjaman kepada Pemerintah setiap semester dalam tahun<br />anggaran berjalan.<br />(2) Dalam hal Daerah tidak menyampaikan laporan, Pemerintah dapat<br />menunda penyaluran Dana Perimbangan.<br />Pasal 64<br />(1) Seluruh kewajiban Pinjaman Daerah yang jatuh tempo wajib<br />dianggarkan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan.<br />(2) Dalam hal Daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya<br />kepada Pemerintah, kewajiban membayar pinjaman tersebut<br />diperhitungkan dengan DAU dan/atau Dana Bagi Hasil dari<br />Penerimaan Negara yang menjadi hak Daerah tersebut.<br />Pasal 65<br />Ketentuan lebih lanjut mengenai Pinjaman Daerah termasuk Obligasi Daerah<br />diatur dengan Peraturan Pemerintah.<br />BAB IX<br />PENGELOLAAN KEUANGAN<br />DALAM RANGKA DESENTRALISASI<br />Bagian Kesatu<br />Asas Umum<br />Pasal 66<br />(1) Keuangan Daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan<br />perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan<br />bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan<br />manfaat untuk masyarakat.<br />(2) APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan<br />APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah.<br />(3) APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan,<br />alokasi, dan distribusi.<br />(4) Semua Penerimaan dan Pengeluaran Daerah dalam tahun anggaran<br />yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.<br />(5) Surplus APBD dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran Daerah<br />tahun anggaran berikutnya.<br />(6) Penggunaan surplus APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5)<br />untuk membentuk Dana Cadangan atau penyertaan dalam<br />Perusahaan Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu<br />dari DPRD.<br />Pasal 67<br />(1) Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah<br />Daerah untuk melakukan Penerimaan dan Pengeluaran Daerah.<br />(2) Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada<br />pengeluaran atas beban APBD, jika anggaran untuk mendanai<br />pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.<br />(3) Semua Pengeluaran Daerah, termasuk subsidi, hibah, dan bantuan<br />keuangan lainnya yang sesuai dengan program Pemerintah Daerah<br />didanai melalui APBD.<br />(4) Keterlambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan<br />pelaksanaan APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda dan/atau<br />bunga.<br />(5) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan<br />pemerintahan dan kemampuan Keuangan Daerah.<br />(6) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber<br />pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah<br />tentang APBD.<br />(7) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus<br />tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.<br />Pasal 68<br />Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN, yang meliputi<br />masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31<br />Desember.<br />Bagian Kedua<br />Perencanaan<br />Pasal 69<br />(1) Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah<br />Daerah menyusun RKPD yang mengacu pada Rencana Kerja<br />Pemerintah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan<br />pembangunan nasional.<br />(2) RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar<br />penyusunan rancangan APBD.<br />(3) RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijabarkan dalam RKA<br />SKPD.<br />(4) Ketentuan mengenai pokok-pokok penyusunan RKA SKPD<br />sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan<br />Pemerintah.<br />(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan RKA SKPD diatur<br />dengan Peraturan Daerah.<br />Pasal 70<br />(1) APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan<br />anggaran pembiayaan.<br />(2) Anggaran pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal<br />dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain<br />Pendapatan.<br />(3) Anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan<br />jenis belanja.<br />(4) Anggaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri<br />atas penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.<br />Pasal 71<br />(1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun<br />anggaran berikutnya sejalan dengan RKPD kepada DPRD selambatlambatnya<br />bulan Juni tahun berjalan.<br />(2) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan Pemerintah<br />Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran<br />berikutnya.<br />(3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati,<br />Pemerintah Daerah dan DPRD membahas prioritas dan plafon<br />anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD.<br />Pasal 72<br />(1) Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA SKPD<br />tahun berikutnya.<br />(2) Renja SKPD disusun dengan pendekatan prestasi kerja yang akan<br />dicapai.<br />(3) RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan<br />prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang<br />sudah disusun.<br />(4) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />dan ayat (2) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam<br />pembicaraan pendahuluan RAPBD.<br />(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada<br />pejabat pengelola Keuangan Daerah sebagai bahan penyusunan<br />rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.<br />Pasal 73<br />(1) Kepala Daerah mengajukan rancangan Peraturan Daerah tentang<br />APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya<br />kepada DPRD.<br />(2) DPRD bersama dengan Pemerintah Daerah membahas Rancangan<br />APBD yang disampaikan dalam rangka mendapatkan persetujuan.<br />(3) Rancangan APBD yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan<br />Kepala Daerah dituangkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD.<br />Bagian Ketiga<br />Pelaksanaan<br />Pasal 74<br />Semua Penerimaan Daerah wajib disetor seluruhnya tepat waktu ke<br />Rekening Kas Umum Daerah.<br />Pasal 75<br />(1) Pengeluaran atas beban APBD dalam satu tahun anggaran hanya<br />dapat dilaksanakan setelah APBD tahun anggaran yang bersangkutan<br />ditetapkan dalam Peraturan Daerah.<br />(2) Dalam hal Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />tidak disetujui DPRD, untuk membiayai keperluan setiap bulan<br />Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggitingginya<br />sebesar realisasi APBD tahun anggaran sebelumnya.<br />(3) Kepala SKPD menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk<br />SKPD yang dipimpinnya berdasarkan alokasi anggaran yang<br />ditetapkan oleh Kepala Daerah.<br />(4) Pengguna anggaran melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut<br />dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan.<br />(5) Pengguna anggaran berhak untuk menguji, membebankan pada mata<br />anggaran yang disediakan, dan memerintahkan pembayaran tagihan<br />atas beban APBD.<br />(6) Pembayaran atas tagihan yang dibebankan APBD dilakukan oleh<br />bendahara umum Daerah.<br />(7) Pembayaran atas tagihan yang dibebankan APBD tidak boleh<br />dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima.<br />Pasal 76<br />(1) Daerah dapat membentuk Dana Cadangan guna mendanai kebutuhan<br />yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran yang<br />ditetapkan dengan Peraturan Daerah.<br />(2) Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat<br />bersumber dari penyisihan atas penerimaan APBD kecuali dari DAK,<br />Pinjaman Daerah, dan penerimaan lain yang penggunaan-nya dibatasi<br />untuk pengeluaran tertentu.<br />(3) Penggunaan Dana Cadangan dalam satu tahun anggaran menjadi<br />penerimaan pembiayaan APBD dalam tahun anggaran yang<br />bersangkutan.<br />Pasal 77<br />(1) Dana Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1)<br />ditempatkan dalam rekening tersendiri dalam Rekening Kas Umum<br />Daerah.<br />(2) Dalam hal Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />belum digunakan sesuai dengan peruntukannya, dana tersebut dapat<br />ditempatkan dalam portofolio yang memberikan hasil tetap dengan<br />risiko rendah.<br />Pasal 78<br />(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain<br />atas dasar prinsip saling menguntungkan.<br />(2) Kerja sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />ditetapkan dengan Peraturan Daerah.<br />(3) Anggaran yang timbul akibat dari kerja sama sebagaimana dimaksud<br />pada ayat (1) dicantumkan dalam APBD.<br />Pasal 79<br />(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah Daerah dapat melakukan belanja<br />dari APBD yang belum tersedia anggarannya.<br />(2) Belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diusulkan<br />dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam<br />Laporan Realisasi Anggaran.<br />Pasal 80<br />(1) Perubahan APBD ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan<br />sebelum berakhirnya tahun anggaran.<br />(2) Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu)<br />tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.<br />(3) Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah<br />keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau<br />pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih<br />besar dari 50% (lima puluh persen).<br />Bagian Keempat<br />Pertanggungjawaban<br />Pasal 81<br />(1) Pemerintah Daerah menyampaikan rancangan Peraturan Daerah<br />tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD<br />berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa<br />Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun<br />anggaran.<br />(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setidaktidaknya<br />meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas,<br />dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri laporan keuangan<br />Perusahaan Daerah.<br />(3) Bentuk dan isi Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD<br />sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disusun dan<br />disajikan sesuai dengan Standar Akuntasi Pemerintahan.<br />Pasal 82<br />Pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Daerah dilaksanakan<br />sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang Keuangan Negara<br />dan Perbendaharaan Negara.<br />Bagian Kelima<br />Pengendalian<br />Pasal 83<br />(1) Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal jumlah kumulatif<br />defisit APBN dan APBD.<br />(2) Jumlah kumulatif defisit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak<br />melebihi 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto tahun<br />bersangkutan.<br />(3) Menteri Keuangan menetapkan kriteria defisit APBD dan batas<br />maksimal defisit APBD masing-masing Daerah setiap tahun anggaran.<br />(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat<br />(3) dapat dikenakan sanksi berupa penundaan atas penyaluran Dana<br />Perimbangan.<br />Pasal 84<br />Dalam hal APBD diperkirakan defisit, pembiayaan defisit bersumber dari:<br />a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA);<br />b. Dana Cadangan;<br />c. Penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan<br />d. Pinjaman Daerah.<br />Bagian Keenam<br />Pengawasan dan Pemeriksaan<br />Pasal 85<br />(1) Pengawasan Dana Desentralisasi dilaksanakan sesuai dengan<br />peraturan perundang-undangan.<br />(2) Pemeriksaan Dana Desentralisasi dilaksanakan sesuai dengan<br />peraturan perundang-undangan di bidang pemeriksaan pengelolaan<br />dan tanggung jawab Keuangan Negara.<br />Pasal 86<br />Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Keuangan Daerah diatur<br />dengan Peraturan Pemerintah.<br />BAB X<br />DANA DEKONSENTRASI<br />Bagian Kesatu<br />Umum<br />Pasal 87<br />(1) Pendanaan dalam rangka Dekonsentrasi dilaksanakan setelah adanya<br />pelimpahan wewenang Pemerintah melalui kementerian<br />negara/lembaga kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah di<br />Daerah.<br />(2) Pelaksanaan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada<br />ayat (1) didanai oleh Pemerintah.<br />(3) Pendanaan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)<br />disesuaikan dengan wewenang yang dilimpahkan.<br />(4) Kegiatan Dekonsentrasi di Daerah dilaksanakan oleh SKPD yang<br />ditetapkan oleh gubernur.<br />(5) Gubernur memberitahukan rencana kerja dan anggaran kementerian<br />negara/lembaga yang berkaitan dengan kegiatan Dekonsentrasi di<br />Daerah kepada DPRD.<br />(6) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5)<br />diberitahukan kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD.<br />(7) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dialokasikan untuk<br />kegiatan yang bersifat nonfisik.<br />Bagian Kedua<br />Penganggaran Dana Dekonsentrasi<br />Pasal 88<br />Dana Dekonsentrasi merupakan bagian anggaran kementerian<br />negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran<br />kementerian negara/lembaga.<br />Bagian Ketiga<br />Penyaluran Dana Dekonsentrasi<br />Pasal 89<br />(1) Dana Dekonsentrasi disalurkan melalui Rekening Kas Umum Negara.<br />(2) Pada setiap awal tahun anggaran gubernur menetapkan Satuan Kerja<br />Perangkat Daerah sebagai pelaksana kegiatan Dekonsentrasi.<br />(3) Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih atas pelaksanaan<br />Dekonsentrasi, sisa tersebut merupakan penerimaan kembali APBN.<br />(4) Dalam hal terdapat saldo kas atas pelaksanaan Dekonsentrasi, saldo<br />tersebut harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara.<br />(5) Dalam hal pelaksanaan Dekonsentrasi menghasilkan penerimaan,<br />maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN dan disetor<br />ke Rekening Kas Umum Negara sesuai dengan peraturan perundangundangan.<br />Bagian Keempat<br />Pertanggungjawaban dan Pelaporan<br />Dana Dekonsentrasi<br />Pasal 90<br />(1) Penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Dekonsentrasi<br />dilakukan secara terpisah dari penatausahaan keuangan dalam<br />pelaksanaan Tugas Pembantuan dan Desentralisasi.<br />(2) SKPD menyelenggarakan penatausahaan uang/barang dalam rangka<br />Dekonsentrasi secara tertib sesuai dengan peraturan perundangundangan.<br />(3) SKPD menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi<br />kepada gubernur.<br />(4) Gubernur menyampaikan laporan pertanggungjawaban seluruh<br />pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi kepada menteri negara/<br />pimpinan lembaga yang memberikan pelimpahan wewenang.<br />(5) Menteri negara/pimpinan lembaga menyampaikan laporan<br />pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi secara<br />nasional kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundangundangan.<br />Bagian Kelima<br />Status Barang dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi<br />Pasal 91<br />(1) Semua barang yang diperoleh dari Dana Dekonsentrasi menjadi<br />barang milik Negara.<br />(2) Barang milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat<br />dihibahkan kepada Daerah.<br />(3) Barang milik Negara yang dihibahkan kepada Daerah sebagai-mana<br />dimaksud pada ayat (2) wajib dikelola dan ditatausahakan oleh<br />Daerah.<br />(4) Barang milik Negara yang tidak dihibahkan kepada Daerah wajib<br />dikelola dan ditatausahakan oleh kementerian negara/lembaga yang<br />memberikan pelimpahan wewenang.<br />Pasal 92<br />Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penganggaran, penyaluran,<br />pelaporan, pertanggungjawaban, dan penghibahan barang milik Negara<br />yang diperoleh atas pelaksanaan Dana Dekonsentrasi diatur dengan<br />Peraturan Pemerintah.<br />Bagian Keenam<br />Pengawasan dan Pemeriksaan<br />Pasal 93<br />(1) Pengawasan Dana Dekonsentrasi dilaksanakan sesuai dengan<br />peraturan perundang-undangan.<br />(2) Pemeriksaan Dana Dekonsentrasi dilaksanakan sesuai dengan<br />peraturan perundang-undangan di bidang Pemeriksaan Pengelolaan<br />dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.<br />BAB XI<br />DANA TUGAS PEMBANTUAN<br />Bagian Kesatu<br />Umum<br />Pasal 94<br />(1) Pendanaan dalam rangka Tugas Pembantuan dilaksanakan setelah<br />adanya penugasan Pemerintah melalui kementerian negara/lembaga<br />kepada Kepala Daerah.<br />(2) Pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat<br />(1) didanai oleh Pemerintah.<br />(3) Pendanaan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)<br />disesuaikan dengan penugasan yang diberikan.<br />(4) Kegiatan Tugas Pembantuan di Daerah dilaksanakan oleh SKPD yang<br />ditetapkan oleh gubernur, bupati, atau walikota.<br />(5) Kepala Daerah memberitahukan rencana kerja dan anggaran<br />kementerian negara/lembaga yang berkaitan dengan kegiatan Tugas<br />Pembantuan kepada DPRD.<br />(6) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4)<br />diberitahukan kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD.<br />(7) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dialokasikan untuk<br />kegiatan yang bersifat fisik.<br />Bagian Kedua<br />Penganggaran Dana Tugas Pembantuan<br />Pasal 95<br />Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian<br />negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran<br />kementerian negara/lembaga.<br />Bagian Ketiga<br />Penyaluran Dana Tugas Pembantuan<br />Pasal 96<br />(1) Dana Tugas Pembantuan disalurkan melalui Rekening Kas Umum<br />Negara.<br />(2) Pada setiap awal tahun anggaran Kepala Daerah menetapkan Satuan<br />Kerja Perangkat Daerah sebagai pelaksana kegiatan Tugas<br />Pembantuan.<br />(3) Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih atas pelaksanaan Tugas<br />Pembantuan, sisa tersebut merupakan penerimaan kembali APBN.<br />(4) Dalam hal terdapat saldo kas atas pelaksanaan Tugas Pembantuan,<br />saldo tersebut harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara.<br />(5) Dalam hal pelaksanaan Tugas Pembantuan menghasilkan<br />penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan<br />APBN yang harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara sesuai<br />ketentuan yang berlaku.<br />Bagian Keempat<br />Pertanggungjawaban dan Pelaporan Pelaksanaan<br />Tugas Pembantuan<br />Pasal 97<br />(1) Penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan<br />dilakukan secara terpisah dari penatausahaan keuangan dalam<br />pelaksanaan Dekonsentrasi dan Desentralisasi.<br />(2) SKPD menyelenggarakan penatausahaan uang/barang dalam rangka<br />Tugas Pembantuan secara tertib sesuai dengan peraturan perundangundangan.<br />(3) SKPD menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan Tugas<br />Pembantuan kepada Gubernur, bupati, atau walikota.<br />(4) Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban seluruh<br />pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan kepada menteri<br />negara/pimpinan lembaga yang menugaskan.<br />(5) Menteri negara/pimpinan lembaga menyampaikan laporan<br />pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan<br />secara nasional kepada Presiden sesuai dengan ketentuan yang<br />berlaku.<br />Bagian Kelima<br />Status Barang dalam Pelaksanaan<br />Tugas Pembantuan<br />Pasal 98<br />(1) Semua barang yang diperoleh dari Dana Tugas Pembantuan menjadi<br />barang milik Negara.<br />(2) Barang milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat<br />dihibahkan kepada Daerah.<br />(3) Barang milik Negara yang dihibahkan kepada Daerah sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (2) dikelola dan ditatausahakan oleh Daerah.<br />(4) Barang milik Negara yang tidak dihibahkan kepada Daerah wajib<br />dikelola dan ditatausahakan oleh kementerian negara/lembaga yang<br />memberikan penugasan.<br />Pasal 99<br />Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penganggaran, penyaluran<br />pelaporan, pertanggungjawaban, dan penghibahan barang milik Negara<br />yang diperoleh atas pelaksanaan Dana Tugas Pembantuan diatur dengan<br />Peraturan Pemerintah.<br />Bagian Enam<br />Pengawasan dan Pemeriksaan<br />Pasal 100<br />(1) Pengawasan Dana Tugas Pembantuan dilaksanakan sesuai dengan<br />peraturan perundang-undangan.<br />(2) Pemeriksaan Dana Tugas Pembantuan dilaksanakan sesuai dengan<br />peraturan perundang-undangan di bidang Pemeriksaan Pengelolaan<br />dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.<br />BAB XII<br />SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH<br />Pasal 101<br />(1) Pemerintah menyelenggarakan Sistem Informasi Keuangan Daerah<br />secara nasional, dengan tujuan :<br />a. merumuskan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional;<br />b. menyajikan informasi Keuangan Daerah secara nasional;<br />c. merumuskan kebijakan Keuangan Daerah, seperti Dana<br />Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan pengendalian defisit<br />anggaran; dan<br />d. melakukan pemantauan, pengendalian dan evaluasi pendanaan<br />Desentralisasi, Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Pinjaman<br />Daerah, dan defisit anggaran Daerah.<br />(2) Sistem Informasi Keuangan Daerah secara nasional sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah.<br />Pasal 102<br />(1) Daerah menyampaikan informasi Keuangan Daerah yang dapat<br />dipertanggungjawabkan kepada Pemerintah.<br />(2) Daerah menyelenggarakan Sistem Informasi Keuangan Daerah.<br />(3) Informasi yang berkaitan dengan Sistem Informasi Keuangan Daerah<br />sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup:<br />a. APBD dan laporan realisasi APBD provinsi, kabupaten, dan kota;<br />b. neraca Daerah;<br />c. laporan arus kas;<br />d. catatan atas laporan Keuangan Daerah;<br />e. Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan;<br />f. laporan keuangan Perusahaan Daerah; dan<br />g. data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal<br />Daerah.<br />(4) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, huruf<br />c, dan huruf d disampaikan kepada Pemerintah sesuai dengan<br />Standar Akuntansi Pemerintahan.<br />(5) Menteri Keuangan memberikan sanksi berupa penundaan penyaluran<br />Dana Perimbangan kepada Daerah yang tidak menyampaikan<br />informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).<br />Pasal 103<br />Informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 merupakan data terbuka yang<br />dapat diketahui, diakses, dan diperoleh masyarakat.<br />Pasal 104<br />Penyelenggaraan Sistem Informasi Keuangan Daerah sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 101, Pasal 102, dan Pasal 103, diatur lebih lanjut<br />dengan Peraturan Pemerintah.<br />BAB XIII<br />KETENTUAN PERALIHAN<br />Pasal 105<br />(1) Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999<br />tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Daerah masih<br />tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan peraturan pelaksanaan<br />yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.<br />(2) Peraturan pelaksanaan sebagai tindak lanjut Undang-Undang ini<br />sudah selesai selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-<br />Undang ini diundangkan.<br />Pasal 106<br />(1) Pelaksanaan tambahan Dana Bagi Hasil sektor minyak bumi dan gas<br />bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e dan huruf f serta<br />Pasal 20 dilaksanakan mulai tahun anggaran 2009.<br />(2) Sejak berlakunya Undang-Undang ini sampai dengan tahun anggaran<br />2008 penerimaan pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari<br />wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak<br />dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,<br />dibagi dengan imbangan:<br />a. 85% (delapan puluh lima persen) untuk Pemerintah; dan<br />b. 15% (lima belas persen) untuk Daerah.<br />(3) Sejak berlakunya Undang-Undang ini sampai dengan tahun anggaran<br />2008 penerimaan pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari<br />wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak<br />dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,<br />dibagi dengan imbangan:<br />a. 70% (tujuh puluh persen) untuk Pemerintah; dan<br />b. 30% (tiga puluh persen) untuk daerah.<br />Pasal 107<br />(1) Sejak berlakunya Undang-Undang ini sampai dengan tahun anggaran<br />2007 DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25,5% (dua puluh lima<br />setengah persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang<br />ditetapkan dalam APBN.<br />(2) Ketentuan mengenai alokasi DAU sebagaimana diatur dalam Undang-<br />Undang ini dilaksanakan sepenuhnya mulai tahun anggaran 2008.<br />Pasal 108<br />(1) Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan yang merupakan<br />bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang digunakan<br />untuk melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundangundangan<br />menjadi urusan Daerah, secara bertahap dialihkan menjadi<br />Dana Alokasi Khusus.<br />(2) Pengalihan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.<br />BAB XIV<br />KETENTUAN PENUTUP<br />Pasal 109<br />Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka:<br />1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan<br />Antara Pemerintah dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor<br />72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848) dinyatakan tidak berlaku.<br />2. Ketentuan yang mengatur tentang Dana Bagi Hasil sebagaimana diatur<br />dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus<br />Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Undang-Undang Nomor 21<br />Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua dinyatakan tetap<br />berlaku selama tidak diatur lain.<br />Pasal 110<br />Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.<br />Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-<br />Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik<br />Indonesia.<br />Disahkan di Jakarta<br />pada tanggal 15 Oktober 2004<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br />ttd<br />MEGAWATI SOEKARNOPUTRI<br />Diundangkan di Jakarta<br />pada tanggal 15 Oktober 2004<br />SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,<br />ttd<br />BAMBANG KESOWO<br />LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 126.<span class="fullpost"> </span>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-11869584422571431452011-06-08T08:51:00.000-07:002011-06-08T08:52:36.101-07:00Bung Karno: Elang Terbang Sendiri<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiquBlP3V24cfcKnrea28s9V1mWPzy6sZ1kG6JhaJU5US8gBFv6bJRbbltYtMyaIPRVQMVq5P60TuhFJxok94Qm4QsoeK_Wqv3LewA94VlsxRoSsiLQYtrSAOD5NXmGmmLr7Yw6YRpQ2I0/s1600/soekarno-6a.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 256px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiquBlP3V24cfcKnrea28s9V1mWPzy6sZ1kG6JhaJU5US8gBFv6bJRbbltYtMyaIPRVQMVq5P60TuhFJxok94Qm4QsoeK_Wqv3LewA94VlsxRoSsiLQYtrSAOD5NXmGmmLr7Yw6YRpQ2I0/s320/soekarno-6a.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5615877362131830770" /></a><br />Terlalu banyak kisah heroik menjelang dan pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jalannya revolusi, penuh riak gelombang. Panas-dingin suhu politik. Naik-turun irama pergerakan. Jalinan hubungan antara sang pemimpin dengan yang dipimpin, tak urung mengalami pasang dan surut.<br /><br />Bung Karno tak pernah sepi dari kontroversi. Lihat sejarah Romusha. Tengok sejarah pembentukan PETA. Tidak semua langkah Sukarno didukung semua elemen perjuangan. Beberapa pemuda bahkan menentang keras, mengecam, bahkan mengutuk Sukarno yang <span class="fullpost"> mereka tuding sebagai “kolaborator”. Benar. Sikap Sukarno yang mau bekerja sama dengan Jepang untuk beberapa hal, dinilai keblinger, dan melenceng dari cita-cita menuju Indonesia merdeka.<br /><br />Persoalannya, seperti yang Bung Karno keluhkan kepada Cindy Adams, penulis biografinya, bahwa ia tidak mungkin keliling Indonesia, mendatangi satu per satu orang dan menjelaskan semua langkah dan keputusannya. Termasuk yang cap terhadapnya sebagai kolabortor Jepang. Bung Karno hanya punya keyakinan. Bung Karno hanya punya perhitungan. Bung Karno hanya punya ego yang sangat kuat.<br /><br />Alhasil, ketika tahun 1943 Jepang mendirikan PETA, Bung Karno sendiri yang memilihkan pemuda-pemuda cakap untuk menjadi anggotanya, satu di antaranya Gatot Mangkupraja, pemberontak PNI yang senasib dengan Bung Karno ketika dijebloskan ke penjara Sukamiskin tahn 1929. Sikap Bung Karno didasari perhitungan, dengan menjadi anggota PETA, maka para prajurit muda asli putra bangsa, akan mendapat pelajaran-pelajaran penting tentang dasar-dasar kemiliteran, ilmu berperang, strategi bertempur, dan penguasaan peralatan perang modern.<br /><br />Sementara, sekelompok muda yang progresif menentang bergabung dengan PETA, bahkan mengutuk Sukarno yang mendukung PETA, demi membantu Jepang melawan Sekutu. Itu pula yang diucapkan seorang dokter muda yang merawat Bung Karno di rumah sakit, sekitar tahun 1943. Katanya, “Banyak orang mengatakan, dengan memasuki tentara (PETA) yang didirikan oleh Jepang hanya berarti kita akan membantu Jepang saja.”<br /><br />Bung Karno marah dan menukas, “Itulah pandangan yang dangkal. Orang yang berpikir demikian, tidak bisa melihat jangka yang lebih jauh ke depan. Tujuan yang pokok adalah melengkapi alat perjuangan bagi kemerdekaan. Tidak ada maksud lain daripada itu.”<br /><br />Dokter itu membantah, “Tapi ingatlah bahwa Jepang datang kemari untuk menjajah. Dia itu musuh. Bertempur di samping mereka berarti membantu Fasisme!”<br /><br />Bung Karno menjawab, “Kukatakan, pendirian yang demikian itu terlalu picik. Tapi, baiklah, Jepang itu datang kemari untuk menjajah dan harus diterjang keluar. Akan tetapi ingat, bahwa mereka adalah penjajah yang bisa diperalat. Saya membantu pembentukan PETA — ya! Tapi bukan untuk mereka! Tidakkah dokter memahaminya? Untuk kita! Untuk engkau! Untukku! Untuk Tanah Air kita! Atau, apakah dokter tetap mau menjadi orang jajahan sampai hari kiamat?<br /><br />Dokter itu belum puas, dan terus berbantah dengan Sukarno, “Rakyat menyatakan tentang Bung Karno, bahwa……..”<br /><br />“Rakyat tidak mengatakan apa-apa!” Bung Karno memotong kalimat dokter. “Jikalau mereka yakin, bahwa saya tidak menempuh jalan yang paling baik, tentu rakyat tidak akan mengikuti saya, bukan? Coba, apakah memang rakyat tidak mengikuti saya?”<br /><br />“Tidak.”<br /><br />“Bukankah mereka mengikuti saya?”<br /><br />“Ya, seratus persen.”<br /><br />“Jadi, rakyat tidak mengatakan apa-apa. Hanya beberapa pemuda yang kepala panas saja yang mengatakan….”<br /><br />“Bahwa Bung Karno bekerja sama dengan musuh,” dokter melengkapi kalimat Bung Karno.<br /><br />Tapi toh, dialog itu tidak bisa meredam para pemuda yang disebut Bung Karno kepala panas. Makanya, Bung Karno pada waktu-waktu itu, masih sering menjumpai secarik kertas berisi surat kaleng yang diselipkan di bawah pintu. Salah satu dari surat itu menyebutkan, “Karena kami dipimpin oleh seseorang yang bersemangat tikus, kami tidak berani berjuang. Akan tetapi jika kami dipimpin oleh seseorang yang bersemangat banteng, kami akan bertempur mati-matian.”<br /><br />Atas kejadian itu, Bung Karno hanya bergumam, “Ah… ini hari yang jelek.” Hati Sukarno benar-benar sedih. Dalam keadaan tertekan seperti itu, satu kalimat yang bisa membuatnya tenang kembali, “Bebek berjalan berbondong-bondong, akan tetapi burung elang terbang sendirian.”<br /><br />November 21, 2009<br /> Penulis: SOEKARNO </span>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-12933584845381134052011-06-06T11:33:00.000-07:002011-06-06T11:34:46.597-07:00UU konsumenBAB I<br />KETENTUAN UMUM<br />Pasal 1<br />Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:<br />1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum<br />untuk memberi kepada konsumen.<br />2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam<br />masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup<br />lain dan tidak untuk diperdagangkan.<br />3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk<br />badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau<br />melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri<br />maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam<br />berbagai bidang ekonomi.<br />4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak<br />maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat<br />untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.<br />5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi<br />masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.<br />6. Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang<br />dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang<br />akan dan sedang diperdagangkan.<br />7. Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.<br />8. Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam wilayah<br />Republik Indonesia.<br />9. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-pemerintah<br />yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani<br />perlindungan konsumen.<br />10. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah<br />dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang<br />dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib<br />dipenuhi oleh konsumen.<br />11. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan<br />menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.<br />12. Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu<br />upaya pengembangan perlindungan konsumen.<br />13. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang<br />perdagangan.<br />BAB II<br />ASAS DAN TUJUAN<br />Pasal 2<br />Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan<br />keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.<br />Pasal 3<br />Perlindungan konsumen bertujuan:<br />a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;<br />b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses<br />negatif pemakaian barang dan/atau jasa;<br />c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hakhaknya<br />sebagai konsumen;<br />d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum<br />dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;<br />e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen<br />sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;<br />f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha<br />produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan<br />konsumen.<br />BAB III<br />HAK DAN KEWAJIBAN<br />Bagian Pertama<br />Hak dan Kewajiban Konsumen<br />Pasal 4<br />Hak konsumen adalah:<br />a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang<br />dan/atau jasa;<br />b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa<br />tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;<br />c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang<br />dan/atau jasa;<br />d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;<br />e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa<br />perlindungan konsumen secara patut;<br />f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;<br />g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;<br />h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang<br />dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana<br />mestinya;<br />i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.<br />Pasal 5<br />Kewajiban konsumen adalah:<br />a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan<br />barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;<br />b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;<br />c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;<br />d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.<br />Bagian Kedua<br />Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha<br />Pasal 6<br />Hak pelaku usaha adalah:<br />a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi<br />dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;<br />b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak<br />baik;<br />c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatunya di dalam penyelesaian hukum sengketa<br />konsumen;<br />d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian<br />konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;<br />e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.<br />Pasal 7<br />Kewajiban pelaku usaha adalah:<br />a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;<br />b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang<br />dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;<br />c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;<br />d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan<br />berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;<br />e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang<br />dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat<br />dan/atau yang diperdagangkan;<br />f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,<br />pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;<br />g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang<br />diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.<br />BAB IV<br />PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA<br />Pasal 8<br />1 Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa<br />yang:<br />a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan<br />ketentuan peraturan perundang-undangan;<br />b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau neto, dan jumlah dalam hitungan<br />sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;<br />c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan<br />menurut ukuran yang sebenarnya;<br />d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana<br />dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;<br />e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,<br />atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan<br />barang dan/atau jasa tersebut;<br />f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan<br />atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;<br />g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/<br />pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;<br />h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan<br />"halal" yang dicantumkan dalam label;<br />i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama<br />barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal<br />pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain<br />untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;<br />j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam<br />bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.<br />2 Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan<br />tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.<br />3 Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat<br />atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan<br />benar.<br />4 Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang<br />memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.<br />Pasal 9<br />1 Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang<br />dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:<br />a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,<br />standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau<br />guna tertentu;<br />b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;<br />c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor,<br />persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori<br />tertentu;<br />d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor,<br />persetujuan atau afiliasi;<br />e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;<br />f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;<br />g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;<br />h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;<br />i. secara langsung atau tidak langsung merencahkan barang dan/atau jasa lain;<br />j. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak<br />mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap;<br />k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.<br />2 Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk<br />diperdagangkan.<br />3 Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan<br />penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.<br />Pasal 10<br />Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan<br />dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak<br />benar atau menyesatkan mengenai:<br />a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;<br />b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;<br />c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;<br />d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;<br />e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.<br />Pasal 11<br />Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang<br />mengelabui/menyesatkan konsumen dengan;<br />a. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu<br />tertentu;<br />b. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat<br />tersembunyi;<br />c. tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk<br />menjual barang lain;<br />d. tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan<br />maksud menjual barang yang lain;<br />e. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan<br />maksud menjual jasa yang lain;<br />f. menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.<br />Pasal 12<br />Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau<br />jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut<br />tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan,<br />dipromosikan, atau diiklankan.<br />Pasal 13<br />1 Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang<br />dan/jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain<br />secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak<br />sebagaimana yang dijanjikannya.<br />2 Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat<br />tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan<br />cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.<br />Pasal 14<br />Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan<br />dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:<br />a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;<br />b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;<br />c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;<br />d. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.<br />Pasal 15<br />Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang dilarang melakukan dengan cara<br />pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap<br />konsumen.<br />Pasal 16<br />Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:<br />a. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang<br />dijanjikan;<br />b. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.<br />Pasal 17<br />1 Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:<br />a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga<br />barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;<br />b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;<br />c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau<br />jasa;<br />d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;<br />e. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau<br />persetujuan yang bersangkutan;<br />f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai<br />periklanan.<br />2 Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar<br />ketentuan pada ayat (1).<br />BAB V<br />KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU<br />Pasal 18<br />1 Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk<br />diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap<br />dokumen dan/atau perjanjian apabila:<br />a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;<br />b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang<br />yang dibeli konsumen;<br />c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang<br />dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;<br />d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara<br />langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang<br />berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;<br />e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan<br />jasa yang dibeli oleh konsumen;<br />f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau<br />mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;<br />g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,<br />tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku<br />usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;<br />h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk<br />pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang<br />dibeli oleh konsumen secara angsuran.<br />2 Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit<br />terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.<br />3 Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau<br />perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)<br />dinyatakan batal demi hukum.<br />4 Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undangundang<br />ini.<br />BAB VI<br />TANGGUNG JAWAB PELAKU<br />Pasal 19<br />1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,<br />dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan<br />atau diperdagangkan.<br />2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau<br />penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan<br />kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan<br />perundang-undangan yang berlaku.<br />3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal<br />transaksi.<br />4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak<br />menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut<br />mengenai adanya unsur kesalahan.<br />5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku<br />usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.<br />Pasal 20<br />Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang<br />ditimbulkan oleh iklan tersebut.<br />Pasal 21<br />1. Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila<br />importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri.<br />2. Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa<br />asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.<br />Pasal 22<br />Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud<br />dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku<br />usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.<br />Pasal 23<br />Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti<br />rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3),<br />dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke<br />badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.<br />Pasal 24<br />1 Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung<br />jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila:<br />a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun<br />atas barang dan/atau jasa tersebut;<br />b. pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan<br />barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan<br />contoh, mutu, dan komposisi.<br />2 Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab<br />atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang<br />membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan<br />perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.<br />Pasal 25<br />1 Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam<br />batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau<br />fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang<br />diperjanjikan.<br />a. Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas<br />tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut:<br />b. tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas<br />perbaikan;<br />2 tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.<br />Pasal 26<br />Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang<br />disepakati dan/atau yang diperjanjikan.<br />Pasal 27<br />Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang<br />diderita konsumen, apabila:<br />a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk<br />diedarkan;<br />b. cacat barang timbul pada kemudian hari;<br />c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;<br />d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;<br />e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya<br />jangka waktu yang diperjanjikan.<br />Pasal 28<br />Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku<br />usaha.<br />BAB VII<br />PEMBINAAN DAN PENGAWASAN<br />Bagian Pertama<br />Pembinaan<br />Pasal 29<br />1 Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan<br />konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta<br />dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.<br />2 Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen<br />sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis<br />terkait.<br />3 Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas<br />penyelenggaraan perlindungan konsumen.<br />4 Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat<br />(2) meliputi upaya untuk:<br />a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha<br />dan konsumen;<br />b. berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;<br />c. meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan<br />penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.<br />5 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen<br />diatur dengan Peraturan Pemerintah.<br />Bagian Kedua<br />Pengawasan<br />Pasal 30<br />1. Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan<br />ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah,<br />masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.<br />2. Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh<br />Menteri dan/atau menteri teknis terkait.<br />3. Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya<br />masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.<br />4. Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata menyimpang<br />dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, Menteri<br />dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundangundangan<br />yang berlaku.<br />5. Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan<br />konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat<br />disampaikan kepada Menteri dan menteri teknis.<br />6. Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat<br />(2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.<br />BAB VIII<br />BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL<br />Bagian Pertama<br />Nama, Kedudukan, Fungsi, dan Tugas<br />Pasal 31<br />Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan<br />Konsumen Nasional.<br />Pasal 32<br />Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia<br />dan bertanggung jawab kepada Presiden.<br />Pasal 33<br />Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan<br />pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di<br />Indonesia.<br />Pasal 34<br />1 Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Badan Perlindungan<br />Konsumen Nasional mempunyai tugas:<br />a. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka<br />penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;<br />b. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan<br />yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;<br />c. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut<br />keselamatan konsumen;<br />d. mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya<br />masyarakat;<br />e. menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan<br />memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;<br />f. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga<br />perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;<br />g. melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.<br />2 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Perlindungan<br />Konsumen Nasional dapat bekerjasama dengan organisasi konsumen internasional.<br />Bagian Kedua<br />Susunan Organisasi dan Keanggotaan<br />Pasal 35<br />1. Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas seorang ketua merangkap anggota,<br />seorang wakil ketua merangkap anggota, serta sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang<br />dan sebanyak-banyaknya 25 (dua puluh lima) orang anggota yang mewakili semua unsur.<br />2. Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan diberhentikan oleh<br />Presiden atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat<br />Republik Indonesia.<br />3. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional<br />selama (3) tiga tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan<br />berikutnya.<br />4. Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh anggota.<br />Pasal 36<br />Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur:<br />a. pemerintah;<br />b. pelaku usaha;<br />c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;<br />d. akademis; dan<br />e. tenaga ahli.<br />Pasal 37<br />Persyaratan keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah:<br />a. warga negara Republik Indonesia;<br />b. berbadan sehat;<br />c. berkelakuan baik;<br />d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;<br />e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; dan<br />f. berusaha sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.<br />Pasal 38<br />Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional berhenti karena:<br />a. meninggal dunia;<br />b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;<br />c. bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia;<br />d. sakit secara terus menerus;<br />e. berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau<br />f. diberhentikan.<br />Pasal 39<br />1. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen, Nasional dibantu<br />oleh sekretariat.<br />2. Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang sekretaris yang<br />diangkat oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.<br />3. Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur<br />dalam keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.<br />Pasal 40<br />1. Apabila diperlukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat membentuk<br />perwakilan di Ibu Kota Daerah Tingkat I untuk membantu pelaksanaan tugasnya.<br />2. Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut<br />dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.<br />Pasal 41<br />Dalam pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional bekerja berdasarkan tata<br />kerja yang diatur dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.<br />Pasal 42<br />Biaya untuk pelaksanaan tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional dibebankan kepada<br />anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan<br />perundang-undangan yang berlaku.<br />Pasal 43<br />Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional diatur<br />dalam Peraturan Pemerintah.<br />BAB IX<br />LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT<br />Pasal 44<br />1. Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang<br />memenuhi syarat.<br />2. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk<br />berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.<br />3. Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan:<br />a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan<br />kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;<br />b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;<br />c. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan<br />konsumen;<br />d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima<br />keluhan atau pengaduan konsumen;<br />e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap<br />pelaksanaan perlindungan konsumen.<br />4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya<br />masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.<br />BAB X<br />PENYELESAIAN SENGKETA<br />Bagian Pertama<br />Umum<br />Pasal 45<br />1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang<br />bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui<br />peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.<br />2. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar<br />pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.<br />3. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak<br />menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.<br />4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan<br />melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil<br />oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.<br />Pasal 46<br />1. Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:<br />a. seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;<br />b. kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;<br />c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat,<br />yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya<br />menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah<br />untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai<br />dengan anggaran dasarnya;<br />d. pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi<br />atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban<br />yang tidak sedikit.<br />2. Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen<br />swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf<br />c, atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.<br />3. Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak<br />sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Pemerintah.<br />Bagian Kedua<br />Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan<br />Pasal 47<br />Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai<br />kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu<br />untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang<br />diderita oleh konsumen.<br />Bagian Ketiga<br />Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan<br />Pasal 48<br />Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang<br />peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45.<br />BAB XI<br />BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN<br />Pasal 49<br />1. Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II<br />untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.<br />2. Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen,<br />seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:<br />a. warga negara Republik Indonesia;<br />b. berbadan sehat;<br />c. berkelakuan baik;<br />d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;<br />e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen;<br />f. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.<br />3. Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah, unsur<br />konsumen, dan unsur pelaku usaha.<br />4. Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah sedikit-dikitnya 3<br />(tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.<br />5. Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen<br />ditetapkan oleh Menteri.<br />Pasal 50<br />Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) terdiri<br />atas:<br />a. ketua merangkap anggota;<br />b. wakil ketua merangkap anggota;<br />c. anggota.<br />Pasal 51<br />1. Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh<br />sekretariat.<br />2. Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan<br />anggota sekretariat.<br />3. Pengangkutan dan pemberhentian kepala sekretariat dan anggota sekretariat badan<br />penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.<br />Pasal 52<br />Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi:<br />a. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui<br />mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;<br />b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen;<br />c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;<br />d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undangundang<br />ini;<br />e. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya<br />pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;<br />f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;<br />g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap<br />perlindungan konsumen;<br />h. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap<br />mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;<br />i. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau<br />setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia<br />memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;<br />j. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna<br />penyelidikan dan/atau pemeriksaan;<br />k. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;<br />l. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap<br />perlindungan konsumen;<br />m. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan<br />Undang-undang ini.<br />Pasal 53<br />Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang badan penyelesaian<br />sengketa konsumen Daerah Tingkat II diatur dalam surat keputusan menteri.<br />Pasal 54<br />1. Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, badan penyelesaian sengketa<br />konsumen membentuk majelis.<br />2. Jumlah anggota majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ganjil dan sedikitsedikitnya<br />3 (tiga) orang yang mewakili semua unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal<br />49 ayat (3), serta dibantu oleh seorang panitera.<br />3. Putusan majelis final dan mengikat.<br />4. Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas majelis diatur dalam surat<br />keputusan menteri.<br />Pasal 55<br />Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam<br />waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima.<br />Pasal 56<br />1. Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan badan<br />penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 pelaku usaha<br />wajib melaksanakan putusan tersebut.<br />2. Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 4<br />(empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.<br />3. Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (2) dianggap menerima putusan badan penyelesaian sengketa<br />konsumen.<br />4. Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dijalankan<br />oleh pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa konsumen menyerahkan putusan<br />tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan<br />perundang-undangan yang berlaku.<br />5. Putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3)<br />merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.<br />Pasal 57<br />Putusan majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) dimintakan penetapan<br />eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan.<br />Pasal 58<br />1. Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan sebagaimana dimaksud<br />dalam Pasal 56 ayat (2) dalam waktu paling lambat 21 (dua satu) hari sejak diterimanya<br />keberatan.<br />2. Terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak<br />dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah<br />Agung Republik Indonesia.<br />3. Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling<br />lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan kasasi.<br />BAB XII<br />PENYIDIKAN<br />Pasal 59<br />1. Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di<br />lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang<br />perlindungan konsumen juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana<br />dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.<br />2. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:<br />a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan<br />dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;<br />b. melakukan pemeriksaan terhadap orang lain atau badan hukum yang diduga<br />melakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;<br />c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan<br />dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;<br />d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan<br />dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;<br />e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta<br />melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti<br />dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.<br />f. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di<br />bidang perlindungan konsumen.<br />3. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat<br />Polisi Negara Republik Indonesia.<br />4. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi<br />Negara Republik Indonesia.<br />BAB XIII<br />SANKSI<br />Bagian Pertama<br />Sanksi Administratif<br />Pasal 60<br />1. Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif<br />terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25<br />dan Pasal 26.<br />2. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua<br />ratus juta rupiah).<br />3. Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur<br />lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.<br />Bagian Kedua<br />Sanksi Pidana<br />Pasal 61<br />Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.<br />Pasal 62<br />1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9,<br />Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e,<br />ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau<br />pidana denda paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).<br />2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal<br />12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f di<br />pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp<br />500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).<br />3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau<br />kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.<br />Pasal 63<br />Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman<br />tambahan, berupa:<br />a. perampasan barang tertentu;<br />b. pengumuman keputusan hakim;<br />c. pembayaran ganti rugi;<br />d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian<br />konsumen;<br />e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau<br />f. pencabutan izin usaha.<br />BAB XIV<br />KETENTUAN PERALIHAN<br />Pasal 64<br />Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang<br />telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak<br />diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.<br />BAB XV<br />KETENTUAN PENUTUP<br />Pasal 65<br />Undang-undang ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak diundangkan.<br />Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan<br />penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.<span class="fullpost"> </span>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-82425665207541858772011-06-06T11:15:00.000-07:002011-06-06T11:16:26.148-07:00BPSK konsumenDasar Hukum<br />Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bab XI pasal 49 sampai dengan pasal 58. Pada pasal 49 ayat (1) disebutkan bahwa Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Badan ini merupakan peradilan kecil (small claim court) yang melakukan persidangan dengan menghasilkan keputusan secara cepat, sederhana dan dengan biaya murah sesuai dengan asas peradilan. Disebut cepat karena harus memberikan keputusan dalam waktu maksimal 21 hari kerja ( lihat pasal 55 UU. No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ), dan tanpa ada penawaran banding yang dapat memperlama proses pelaksanaan keputusan ( lihat pasal 56 dan 58 UU. No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ), sederhana karena proses penyelesaiannya dapat dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa, dan murah karena biaya yang dikeluarkan untuk menjalani proses persidangan sangat ringan. Keanggotaan BPSK terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha, yang masing-masing unsur diwakili oleh 3-5 orang, yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (Pasal 49 ayat (3) dan ayat (5)).<br /><br /><br />Tugas dan wewenang<br />Tugas dan wewenang BPSK berdasarkan ketentuan Pasal 52 meliputi:<br />a. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;<br />b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen;<br />c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;<br />d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini;<br />e. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;<br />f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;<br />g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;<br />h. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan BPSK;<br />i. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;<br />j. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;<br />k. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;<br />l. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.<br /><br />Untuk menindaklanjuti ketentuan undang-undang tersebut, Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI telah mengeluarkan SK No. 350/MPP/Kep/12/2000 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK diselesaikan melalui cara Konsiliasi atau Mediasi atau Arbitrase, yang dilakukan atas dasar pilihan dan persetujuan para pihak yang bersangkutan, dan bukan merupakan proses penyelesaian sengketa secara berjenjang (Pasal 4). Metode penyelesaian kasus sengketa antara konsumen dan pelaku usaha ada tiga yaitu konsiliasi, mediasi atau arbitrase.<br /><br />Prosedur<br />Prosedurnya cukup sederhana. Konsumen yang bersengketa dengan pelaku usaha bisa langsung datang ke BPSK Provinsi di mana mereka berada dengan membawa permohonan penyelesaian sengketa, mengisi form pengaduan dan juga berkas-berkas/dokumen yang mendukung pengaduannya .<br />Pihak-pihak yang berperkara di BPSK tidak dikenai biaya perkara alias gratis. Sementara biaya operasional BPSK ditanggung APBD. Selain bebas biaya, prosedur pengaduan konsumen pun cukup mudah, yaitu hanya membawa barang bukti atau bukti pembelian/pembayaran, dan kartu identitas (KTP). Formulir pengaduan disediakan di sekretariat BPSK. Pihak BPSK lalu akan melakukan pemanggilan pada pihak-pihak yang bersengketa guna dipertemukan dalam Prasidang.<br />Dari Prasidang itu bisa ditentukan langkah selanjutnya apakah konsumen dan pelaku usaha masih bisa didamaikan atau harus menempuh langkah-langkah penyelesaian yang telah ditetapkan antara lain:<br /><br />1. Konsiliasi: usaha perdamaian antara dua pihak. Metode konsiliasi ditempuh jika pihak konsumen dan pengusaha bersedia melakukan musyawarah untuk mencari titik temu dengan disaksikan majelis hakim BPSK. Dalam hal ini, majelis hakim BPSK bersikap pasif.<br />2. Mediasi: negosiasi yang dimediasi oleh BPSK. Kedua belah pihak melakukan musyawarah dengan keikutsertaan aktif majelis hakim BPSK, termasuk memberikan penetapan.<br />3. Arbitrase: kedua belah pihak menyerahkan sepenuhnya kepada arbiter. Konsumen akan memilih salah satu arbiter konsumen yang terdiri dari tiga orang, demikian pula pengusaha akan memilih satu arbiter pengusaha dari tiga arbiter yang ada. Sedangkan ketua majelis hakim BPSK adalah seorang dari tiga wakil pemerintah dalam BPSK.<br /><br />Penyelesaian<br />Penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dalam bentuk kesepakatan yang dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa, yang dikuatkan dalam bentuk keputusan BPSK (SK No. 350/MPP/Kep/12/2000 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pasal 6). Putusan yang dikeluarkan BPSK dapat berupa perdamaian, gugatan ditolak, atau gugatan dikabulkan. Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, berupa pemenuhan ganti rugi dan atau sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (Pasal 40)<br /><br />Contoh Kasus<br />Meski memiliki kewenangan dalam memutuskan sengketa antara konsumen dengan penyedia jasa atau barang, BPSK mengambil putusan secara proporsional dengan berdasarkan pada UUPK. Contoh, ada konsumen yang mengadukan produk roti kepada BPSK. Konsumen tersebut menuntut ganti rugi hingga Rp 250 juta. Saat perkara itu disidangkan oleh Majelis Hakim BPSK, pengusaha roti hanya dijatuhi putusan mengganti rugi roti yang telah dibeli konsumen seharga Rp 5.000,00. Anggota BPSK yang menangani kasus roti tersebut, konsumen membeli roti yang diobral karena akan kedaluwarsa keesokan harinya. Memang saat itu pihak penjual memajang roti dengan harga agak tinggi untuk yang masih panjang masa konsumsinya dan harga obral untuk roti yang kedaluwarsa.<br /><br />Pihak penjual berupaya melakukan jalan damai dengan sang konsumen dengan memberikan ganti rugi dan sebentuk bingkisan, namun pihak konsumen menolak langkah itu dan memilih menggugat produsen roti termasuk mengajukan tuntutan ganti rugi senilai Rp 250 juta.<br />Setelah persoalan itu ditangani BPSK, putusannya adalah mengganti roti yang telah dibeli konsumen dengan roti sejenis yang masa kedaluwarsanya masih panjang .<br /><br />Contoh lain adalah penarikan paksa kendaraan oleh perusahaan anjak piutang (leasing) yang pembayaran cicilannya terlambat beberapa bulan. Konsumen bisa mengadu ke BPSK karena pihak leasing tidak berhak menarik paksa kendaraan. Aparat yang berwenang menarik atau menyita barang adalah juru sita atau polisi yang dikuatkan dengan putusan hukum. Kasus yang pernah diselesaikan dalam kaitan tunggakan kredit kendaraan bermotor, yaitu mobil diambil kembali, sementara uang cicilan yang sudah dibayar konsumen dikembalikan dipotong biaya administrasi.<br /><br />Batas waktu pengaduan<br />Tidak semua kasus bisa diselesaikan, terutama untuk kasus yang dilaporkan lewat dari empat tahun sejak tanggal transaksi. Semisal konsumen yang membeli perhiasan emas, belakangan diketahui tidak seluruh perhiasan itu terbuat dari emas. Pada bagian dalam perhiasan itu terbuat dari logam biasa, namun konsumen membayar seluruh berat perhiasan itu dalam hitungan harga emas. Pengaduan konsumen itu telah lewat dari empat tahun sejak dia membeli perhiasan tersebut. Maka dia tidak dapat mengadukannya ke BPSK.<br />Selanjutnya sebagai percontohan maka dibentuklah BPSK di 10 kota besar melalui Keputusan Presiden No. 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan BPSK Pada Pemerintahan Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang dan Kota Makassar (Pasal 1 Keputusan Presiden No. 90 Tahun 2001). Dalam Kepres tersebut juga disebutkan bahwa biaya pelaksanaan tugas dan operasional BPSK dibebankan kepada APBN dan APBD(Pasal 1 Keputusan Presiden No. 90 Tahun 2001).<br /><br />Dengan adanya UU PK dan didukung oleh keberadaan BPSK harusnya konsumen makin sadar akan hak-haknya.<br />UU PK telah mengatur parameter yang terlarang dilakukan oleh pelaku usaha antara lain :<br />1. Barang tidak sesuai standar<br />2. Info yang mengelabui konsumen<br />3. Cara menjual yang merugikan<br />4. Klausula Baku dari sebuah perjanjian<br /><br />Dalam Perma tentang Mediasi, ditentukan bahwa proses mediasi untuk perkara perlindungan konsumen dilakukan secara terbuka. Namun, ada kekhawatiran, proses yang terbuka malah akan merugikan salah satu pihak dalam proses mediasi.<br /><br />Pasal 14 ayat 2 Perma No 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan memang menyebutkan bahwa proses mediasi untuk sengketa publik terbuka untuk umum. Sedang pasal 1 butir 9 menjelaskan, yang dimaksud dengan sengketa publik adalah sengketa di bidang lingkungan hidup, hak asasi manusia, perlindungan konsumen, pertanahan dan perburuhan yang melibatkan kepentingan banyak buruh.<br />Contohnya ialah proses mediasi ksus gugatan Takashu Masaharu terhadap PT Coca-Cola di PN Jakarta Selatan berlangsung secara terbuka. Para wartawan, maupun pengunjung dapat dengan bebas melihat berlangsungnya prosedur mediasi.<span class="fullpost"> </span>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-64337517703330299912011-06-03T06:42:00.000-07:002011-06-03T06:44:34.055-07:00Messi Mendapat Pukulan Suporter !<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrkeUZRdy0HCfFlT1XDcLT3ciDjq4Rym1yhf5Gfm-DNBufQKmUu5tmV-r80fQP03MJexdmsYODhmL7OwQxP999HJlSWtQ2O4jgIYiK-vKpwJRnIXqiFvbwjpjzHKPHR-RMCvA2Ce5SGLs/s1600/Lionel-Messi-spirit-Getty.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 300px; height: 225px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrkeUZRdy0HCfFlT1XDcLT3ciDjq4Rym1yhf5Gfm-DNBufQKmUu5tmV-r80fQP03MJexdmsYODhmL7OwQxP999HJlSWtQ2O4jgIYiK-vKpwJRnIXqiFvbwjpjzHKPHR-RMCvA2Ce5SGLs/s320/Lionel-Messi-spirit-Getty.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5613988892300540226" border="0" /></a><br />restoran Club de la Milanesa. Mengetahui kehadiran Messi, sekelompok anak sekolah menunggu di luar restoran untuk berfoto dengan pemain terbaik 2010 itu.</p> <p>Selesai santap siang, Messi memenuhi permintaan anak-anak tersebut. Pada momen tersebut seorang pendukung Central Rosario melancarkan aksinya. “Aku pendukung Central. Kau dari Newell’s Old Boys,” teriak pendukung tersebut sambil mendaratkan pukulan ke muka Messi.</p> <p>Pendukung tersebut dengan mudah melancarkan aksinya, mengingat Messi memang tanpa pengawalan personel keamanan dan hanya ditemani rekan-rekannya. Messi tidak membuat reaksi apa pun terhadap serangan itu. Diam-diam dia menarik diri dari tempat kejadian tanpa berkomentar sedikit pun.</p> <p>Messi memang dikenal sebagai pendukung Newell, klub tempat ia memulai kariernya sebelum hijrah ke akademi Barcelona sebelas tahun silam. </p> <p>via Kompas</p><span class="fullpost"> Bintang Barcelona, Lionel Messi mendapatkan bogem mentah dari seorang pendukung Rosario Central ketika pulang ke kampung halamannya di Rosario, Argentina. Namun, Messi menunjukkan kesabarannya dengan tidak membalas serangan itu. <p>Dilaporkan Telam, bersama dua rekannya, pahlawan dalam final Liga Champions itu tengah menyantap makan siang di sebuah </span>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-5656184718852707362011-06-03T06:05:00.000-07:002011-06-03T06:31:43.994-07:00Aku Bukan Santri, Tapi Aku Muslim Sejati 1<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjB8Aj61r2pu71l0PWCQosxRaJgqs5v4XQjssuXigka7SMlHUARCqNHxr5RNf6216SiRMP9DSrrIF7Lej5dE2rNaSs37BtHsb2iVviZcZ-jkktQKUVoyHwJBOK3REMZQpe8I94eZbFURZw/s1600/e-rechter+1.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 212px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjB8Aj61r2pu71l0PWCQosxRaJgqs5v4XQjssuXigka7SMlHUARCqNHxr5RNf6216SiRMP9DSrrIF7Lej5dE2rNaSs37BtHsb2iVviZcZ-jkktQKUVoyHwJBOK3REMZQpe8I94eZbFURZw/s320/e-rechter+1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5613983187230348706" border="0" /></a><span style="font-size:78%;">Nb : ambil foto izin dulu.<br /></span></div><br />DBila seorang muslim adalah orang yang selalu memakai sarung, maka Bung Karno bukan seorang muslim.<br /><br />Bila seorang muslim adalah mereka yang selalu menggunakan surban, jelas Bung Karno bukan seorang muslim.<br /><br />Tapi apabila anda berpendapat bahwa seorang muslim adalah mereka yang menjalankan perintah Allah Swt serta menjauhi larangannya, maka dapat saya katakan bahwa Bung Karno seorang muslim yang taat beragama.<br /><br />Bung Karno bukan sosok seorang Islam santri. Itulah saebabnya ia tidak diakui sebagai seorang pemimpin Islam. Bung Karno tak kalah banyaknya menulis tentang Islam, bahkan <span class="fullpost"> ia lebih banyak menulis dan berpidato mengenai Islam, yang mengeluarkan pemikiran-pemikiran keislaman, katimbang Dr. Sukiman yang justru lebih banyak berbicara mengenai nasionalisme Indonesia. Karena itu dari sudut sejarah perlu dipertambangkan kembali kedudukan Bung Karno sebagai, paling tidak, seorang pemikir Muslim, yang turut menyumbang, secara cukup berarti, dalam wacana keislaman. Bahkan Bung Karno boleh di bidang telah berjasa sangat besar dalam da’wah Islam.<br /><br />Tidak banyak yang tahu, bahwa Bung Karno, adalah orang kunci dalam berdirinya Masjid Salman di kampus ITB. Pada suatu waktu, panitia pendirian masjid Salman pada tahun 1960-an, telah gagal menempatkan pembangunan masjid tersebut di dalam kampus. Tapi tiba-tiba Bung Karno menanyakan status rencana pembangunan tersebut dan menanyakan pula gambarnya dan memanggil panitia pembangunan. Setelah berdiskusi dan memberi komentar, maka ia menulis dalam rancana itu aku namakan masjid ini Masjid Salman, dengan inisial Soek.<br /><br />Itu berarti Bung Karno selaku Presiden RI, telah menyetui pendirian sebuah masjid di kampus. Padahal, pihak rektorat telah menolaknya yang meminta agar masjid tersebut dibangun di luar kampus. Dengan demikian, maka Salman adalah masjid kampus di universitas negeri yang pertama di Indonesia, yang baru kemudian diikuti dengan berdirinya masjid Arief Rahman Hakim, di kampus UI, Salemba, masjid Salahuddin, di kampus UGM atau masjid Raden Patah, di kampus Universitas Brawijaya. Selanjutnya pendirian masjid kampus itu diikuti oleh hampir semua universitas yang memiliki kampus. Masjid model Salman ini mengikuti visi masjid modern yang tidak saja merupakan pusat ibadah (tempat sholat saja), tetepi juga pusat kebudayaan dan kegiatan da’wah di ka langan terpelajar, khususnya mahasiswa.<br /><br />Pemberian nama Salman tidak pula sembarangan. Ini mencerminkan pengetahuan Bung Karno mengenai Islam. Dalam sejarah Islam, sahabat Salman dari Parsi, dianggap sebagai seorang arsitek, yang mengusulkan dan memimpin pembangunan benteng berupa parit dalam Perang Chandaq (Perang Parit). Interpretrasi historis terhadap tokoh Salman ini diterima oleh kalangan cendekiawan maupun ulama dan menjadi interpretrasi populer yang diucapkan dalam ceramah-ceramah dan khutbah-khutbah jum’at dalam wacana da’wah. Sejak munculnya nama Salman sebagai arsitek sahabat Nabi, maka profesi arsitek Muslim diakui dan menjadi populer. Pola arsi-tektur masjid modern, juga berkembang, walaupun juga berkat kreativitas Ir. Noekman, yang sangat dikenal sebagai arsitek Muslim dari Masjid Salman ITB. Dalam kaitan ini, tidak bisa dilupakan, bahkan Bung Karno sen diri adalah seorang arsitek.<br /><br />Tapi jasa Bung Karno sebagai pemikir budaya tidak sampai di situ. Ia menerima pula ide Haji Agus Salim, yang dijulukinya The Grand Old Man,julukan itu juga diterima dan menjadi populer dalam wacana gerakan Islam di Indonesia , walaupun Haji Agus Salim pernah memberikan kritik tajam terhadap gagasan nasionalisme Bung Karno, untuk membangun Masjid Baitul Rahim, sebuah masjid di halaman istana negara dengan arsitektur yang indah, yang seringkali dibandingkan dengan gereja. Visi Bung Karno tentang masjid mencapai puncaknya dengan pendirian masjid Istiqlal, yang merupakan pengakuan terhadap jasa umat Islam dalam perjuangan kemerdekaan, karena Istiqlal artinya adalah kemerdekaan, yang arsteknya adalah seorang Nasrani, Ir. Silaban. Itu semua mencerminkan pandangan keagamaan Bung Karno yang luas dan terbuka. Sulit menemukan pandangan seorang pemikir Muslim yang se liberal Bung Karno.<br /><br />Namun demikian, Bung Karno tetap saja tidak diakui sebagai seorang pemimpin Islam atau pemimpin umat Islam dan juga tidak diakui sebagai seorang pemikir Islam. Atau dalam rumusan yang lebih kena, seperti kata Bambang Noorsena, para pengritiknya dari kalangan politisi Islam, meragukan kemurnian keislaman Bung Karno. Syed Husein Alatas, seorang sosiolog Malaysia, yang lama mengajar di Universitas Singapore, pernah menulis buku tentang Islam dan Kita, dan dalam buku itu ia menampilkan empat tokoh nasional Indonesia dan kaitannya dengan Islam. Di situ ia menyebut Bung Karno sebagai seorang pemimpin Muslim namun tidak memiliki komitmen perjuangan Islam dan bahkan secara politis menantang Islam. Tokoh yang disebutnya pemimpin Islam yang ideal adalah Syafruddin Prawiranegara, seorang terpelajar yang mempunyai pemikiran tentang Islam dan memiliki komitmen pula terhadap gerakan dan politik Islam. Ada dua orang tokoh lagi yang ia bahas, yaitu Sutan Syahrir dan Tan Malaka. Syahrir adalah seorang yang lahir dari keluarga Muslim di Minangkabau, tempat kelahiran banyak pemimpin Islam, antara lain Haji Agus Salim dan Mohammad Natsir, tetapi ia ketika telah menjadi pemimpin telah tercerabut (uprooted) dari lingkungan masyarakatnya dan menjadi tak acuh (indefferent) ter-hadap Islam. Sedang Tan Malaka adalah seorang yang masih mengaku Muslim, mempunyai pengetahuan dan pemi-kiran menganai Islam, tetapi pada dasarnya ia adalah seorang komunis yang ingin memperalat Islam dan kaum Muslim untuk mencapai tujuan perjuangan komunisme di Indonesia.<br /><br />Bung Karno, sebagai seorang Muslim adalah kebalikan dari Syahrir. Ia memang berasal dari keluarga abangan dan baru pada umur 18 tahun berkenalan dengan Islam. Namun kemudian ia berkembang menjadi seorang Muslim, walaupun belum bisa atau mungkin juga tidak mau disebut santri. Walupun begitu, orang seperti A. Hassan atau Mohammad Natsir, tidak meragukann keyakinannya terhadap Islam. Barangkali ia tepat disebut sebagai seorang muslim marginal.<br /><br />Ada beberapa faktor yang membentuk persepsi orang terhadap Bung Karno. Pertama ia dianggap memiliki latar belakang dan masih dipengaruhi agama Hindu dan Buddha, atau mungkin masih dipengaruhi oleh apa yang disebut oleh antropolog Clifford Geertz, agama Jawa. Ajaran pewayangan masdih nampak mempengaruhinya, walaupun ia adalah seorang yang mendapatkan pendidikan modern Barat. Kedua, ia sering menyatakan dirinya sebagai penganut Marxisme atau paling tidak mempergunakan (sebagian) teori Marxis dalam analisis-analisis nya Dalam suatu rekaman wawancara yang diberi judul Tabir adalah lambang Perbudan (Panji Islam, 1939), ia pernah berkata dengan bangga:<br />Saya adalah murid dari Historische School van Marx. Pernyataan ini sangat berani, karena pengakuannya itu dikeluarkan justru ketika ia sedang berebicara mengenai Islam , khususnya pandangan Islam mengenai perempuan.<br /><br />Satu hal yang tidak bias kita abaikan adalah Bung Karno mendapatkan gelar doktor honoris causa di bidang tauhid, oleh sebuah lembaga pendidikan agama yang prestisius, IAIN Syarif Hidayatullah, bahkan juga mendapat gelar honoris causa di bidang filsafat oleh Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Gelar itu tidak mungkin diberikan oleh sebuah universitas Islam seperti Al Azhar, jika lembaga itu meragukan iman Bung Karno dalam ketauhidan.<br /><br />Pada waktu muda, Bung Karno pernah menjadi anggota Sarekat islam dan Partai Sarekat Islam. Memang ia kemudian keluar dari partai itu dan mendirikan sendiri PNI bersama-sama dengan kawan-kawan nasionalis yang sepaham yang menganut aliran nasionalis sekuler. Tapi ia tetap mempertahankan citranya sebagai seorang Muslim, antara lain dengan bergabung dengan Muhammadiyah, sebuah organisasi yang berfaham tauhid keras (hard tauhid). Ia bahkan aktif sebagai anggota pengurus lokal, ketika berada dalam pembuangannya di Berkulu. Sebagai anggota dan aktivis Muhyammadiyah, Bung Karno pernah mengeluarkan semboyan yang kemudian menjadi sangat populer dan menjadi semboyan semua anggota Muhammadiyah, yaitu Sekali Muhammadiyah tetap Muhammadiyah. Konon ia pernah berwasiat, jika meninggal dunia, ia diusung dalam keranda yang di-tutup dengan bendera Muhammadiyah. Soekarno muda memang banyak berkenalan dan dipengaruhi oleh Islam aliran Persatuan Islam yang diasuh oleh A. Hassan, dimana seorang pemimpin Islam terkemuka, Mohammad Natsir dididik. Ia pernah pula mengaku tertarik dan belajar banyak dari pemikiran Ahmadiyah. Tapi pilihan ter-akhirnya adalah Muhammadiyah yang beraliran sebersih-bersih tauhid.<br /><br />Bung Karno mulai belajar Islam secara serius, ketika ia meringkuk di penjara sukamiskin, Bandung, dari mana ia membaca terbitan-terbitan Persatuan Islam, yang kini mungkin disebut sebagai aliran fundamentalisme Islam, sebagaimana Al Islam, Solo, dimana M. Amien Rais pernah lama belajar. Kegiatan belajarnya makin intensif ketika ia berdiam di Endeh, Flores. Di situ dan pada waktu itulah ia berkorespondensi dengan A. Hassan, pemimpin lembaga pendidikan Persatuan Islam yang mula-mula berpusat di Bandung tapi kemudian berpindah ke Bangil, Jawa Timur hingga sekarang ini yang dikenal sebagai penerbit majalah Al Mu-slimun.<br /><br />Tapi, sebelum masa Surat-surat dari Endeh itu, Soekarno muda sudah memiliki persepsi tentang Islam, yang agaknya ia peroleh dari guru dan sekaligus mertuanya, H.O.S. Tjokroaminoto. Persepsinya mengenai Islam adalah, bahwa Islam adalah sebuah agama yang sederhana, rasional dan mengandung gagasan kemajuan (idea of pro-gress) dan egaliter.<br /><br />Di balik perhatiannya terhadap islam sebagai ajaran, Soekarno muda sebenarnya menaruh perhatian terhadap masyarakat Islam atau kondisi umat Islam, dalam konteks kolonialisme dan imperialisme. Di samping ingin memperdalam ajaran-ajaran Islam, baik dari segi ibadah maupun siyasah (politik) dan mu’amalah (sosial-ekonomi), Soekarno menaruh perhatian terhadap aspek masyarakat dan paham-paham keagamaannya. Dalam melihat segi-segi kemasyarakatan, Soekarno yang terlibat dan memimpin pergerakan nasional dan mempelajari ilmu-ilmu sosial dan sejarah, termasuk membaca karya-karya Karl Marx, merasa kecewa dan tidak menyetujui paham-paham Islam tradisional. Soekarno muda, walaupun masih dan ingin belajar tentang Islam, namun sudah berani menyatakan pendapat-pendapatnya yang kritis.<br /><br />Soekarno muda yang sangat energetik itu, menyerang doktrin taklid dan sikap menutup pintu ijtihad. Ia menantang kekolotan, ketakhayulan, bid’ah dan anti-rasionalisme yang dianut oleh masyarakat Muslim Indonesia. Ia berpendapat, bahwa Islam telah disalah-tafsirkan, karena umat Islam dan para ulamanya lebih percaya dan berpedoman kepada hadist-hadist dan pendapat ulama, dari pada berpedoman kepada al Qur’an. Ia pernah meminta kiriman buku kunpulan hadist Bukhari, karena ia mencurigai beredarnya hadist-hadist palsu yang bertentangan dengan al Qur’an. Di sini Soekarno muda sudah memasuki pemikiran kritik hadist, yang hanya baru-baru ini saja menjadi perhatian studi akademis. Pandangan Soekarno itu memang tidak baru, karena tema-tema itulah yang telah dibawa oleh gerakan Muhammadiyah yang beraliran moderbis. Karena itu, maka Soekarno muda sebenar-nya adalah penganut paham Islam modernis.<br /><br />Salam Revolusi </span><br /><br />Nb : Ambil foto izin dulu ya.E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-89433288777666462142011-06-03T05:46:00.001-07:002011-06-03T06:04:56.875-07:00Rajab dan Kontroversinya<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfh8HwIGbEaLcjOUURrSHugo0r18Vv0k3b-KCi1JIKFXJG0H0GFt6_8GZpyV_N1MPNi3HzNhGW5Uc9C8iMVMF0vfvI68Hy0pA7KTV29A1b60ZvQPL6O6OZZb4iyuIIHv-r5rnPOnyAoro/s1600/e-rechter.jpeg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 212px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfh8HwIGbEaLcjOUURrSHugo0r18Vv0k3b-KCi1JIKFXJG0H0GFt6_8GZpyV_N1MPNi3HzNhGW5Uc9C8iMVMF0vfvI68Hy0pA7KTV29A1b60ZvQPL6O6OZZb4iyuIIHv-r5rnPOnyAoro/s320/e-rechter.jpeg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5613978550898181778" /></a><br />Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan para pengikut beliau hingga akhir zaman. Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Ta’ala karena pada saat ini kita telah memasuki salah satu bulan haram yaitu bulan Rajab. Apa saja yang ada di balik bulan Rajab dan apa saja amalan di dalamnya? Insya Allah dalam artikel yang singkat ini, kita akan membahasnya. Semoga Allah memberi taufik dan kemudahan untuk menyajikan pembahasan ini di tengah-tengah pembaca sekalian.<br /><br /><span class="fullpost"> Rajab di Antara Bulan Haram<br /><br />Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban. Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram. Allah Ta’ala berfirman,<br /><br />إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ<br /><br />“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (Qs. At Taubah: 36)<br /><br />Ibnu Rajab mengatakan, “Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.<br /><br />Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)<br /><br />Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br /><br />الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ<br /><br />“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)<br /><br />Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.<br /><br />Di Balik Bulan Haram<br /><br />Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena dua makna.<br /><br />Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.<br /><br />Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Maysir, tafsir surat At Taubah ayat 36)<br /><br />Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 214)<br /><br />Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)<br /><br />Bulan Haram Mana yang Lebih Utama?<br /><br />Para ulama berselisih pendapat tentang manakah di antara bulan-bulan haram tersebut yang lebih utama. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Rajab, sebagaimana hal ini dikatakan oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Namun An Nawawi (salah satu ulama besar Syafi’iyah) dan ulama Syafi’iyah lainnya melemahkan pendapat ini. Ada yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Muharram, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri dan pendapat ini dikuatkan oleh An Nawawi. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Sa’id bin Jubair dan lainnya, juga dinilai kuat oleh Ibnu Rajab dalam Latho-if Al Ma’arif (hal. 203).<br /><br />Hukum yang Berkaitan Dengan Bulan Rajab<br /><br />Hukum yang berkaitan dengan bulan Rajab amatlah banyak, ada beberapa hukum yang sudah ada sejak masa Jahiliyah. Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap berlaku ketika datang Islam ataukah tidak. Di antaranya adalah haramnya peperangan ketika bulan haram (termasuk bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap diharamkan ataukah sudah dimansukh (dihapus hukumnya). Mayoritas ulama menganggap bahwa hukum tersebut sudah dihapus. Ibnu Rajab mengatakan, “Tidak diketahui dari satu orang sahabat pun bahwa mereka berhenti berperang pada bulan-bulan haram, padahal ada faktor pendorong ketika itu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat tentang dihapusnya hukum tersebut.” (Lathoif Al Ma’arif, 210)<br /><br />Begitu juga dengan menyembelih (berkurban). Di zaman Jahiliyah dahulu, orang-orang biasa melakukan penyembelihan kurban pada tanggal 10 Rajab, dan dinamakan ‘atiiroh atau Rojabiyyah (karena dilakukan pada bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ‘atiiroh sudah dibatalkan oleh Islam ataukah tidak. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa ‘atiiroh sudah dibatalkan hukumnya dalam Islam. Hal ini berdasarkan hadits Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br /><br />لاَ فَرَعَ وَلاَ عَتِيرَةَ<br /><br />“Tidak ada lagi faro’ dan ‘atiiroh.” (HR. Bukhari no. 5473 dan Muslim no. 1976). Faro’ adalah anak pertama dari unta atau kambing, lalu dipelihara dan nanti akan disembahkan untuk berhala-berhala mereka.<br /><br />Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Tidak ada lagi ‘atiiroh dalam Islam. ‘Atiiroh hanya ada di zaman Jahiliyah. Orang-orang Jahiliyah biasanya berpuasa di bulan Rajab dan melakukan penyembelihan ‘atiiroh pada bulan tersebut. Mereka menjadikan penyembelihan pada bulan tersebut sebagai ‘ied (hari besar yang akan kembali berulang) dan juga mereka senang untuk memakan yang manis-manis atau semacamnya ketika itu.” Ibnu ‘Abbas sendiri tidak senang menjadikan bulan Rajab sebagai ‘ied.<br /><br />‘Atiiroh sering dilakukan berulang setiap tahunnya sehingga menjadi ‘ied (sebagaimana Idul Fitri dan Idul Adha), padahal ‘ied (perayaan) kaum muslimin hanyalah Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Dan kita dilarang membuat ‘ied selain yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam. Ada sebuah riwayat,<br /><br />كَانَ النَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَنْهَى عَن صِيَامِ رَجَبٍ كُلِّهِ ، لِاَنْ لاَ يَتَّخِذَ عِيْدًا.<br /><br />“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada seluruh hari di bulan Rajab agar tidak dijadikan sebagai ‘ied.” (HR. ‘Abdur Rozaq, hanya sampai pada Ibnu ‘Abbas (mauquf). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah dan Ath Thobroniy dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’, yaitu sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)<br /><br />Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Intinya, tidaklah dibolehkan bagi kaum muslimin untuk menjadikan suatu hari sebagai ‘ied selain apa yang telah dikatakan oleh syari’at Islam sebagai ‘ied yaitu Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Tiga hari ini adalah hari raya dalam setahun. Sedangkan ‘ied setiap pekannya adalah pada hari Jum’at. Selain hari-hari tadi, jika dijadikan sebagai ‘ied dan perayaan, maka itu berarti telah berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam Islam (alias bid’ah).” (Latho-if Al Ma’arif, 213)<br /><br />Hukum lain yang berkaitan dengan bulan Rajab adalah shalat dan puasa.<br /><br />Mengkhususkan Shalat Tertentu dan Shalat Roghoib di bulan Rajab<br /><br />Tidak ada satu shalat pun yang dikhususkan pada bulan Rajab, juga tidak ada anjuran untuk melaksanakan shalat Roghoib pada bulan tersebut.<br /><br />Shalat Roghoib atau biasa juga disebut dengan shalat Rajab adalah shalat yang dilakukan di malam Jum’at pertama bulan Rajab antara shalat Maghrib dan Isya. Di siang harinya sebelum pelaksanaan shalat Roghoib (hari kamis pertama bulan Rajab) dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Jumlah raka’at shalat Roghoib adalah 12 raka’at. Di setiap raka’at dianjurkan membaca Al Fatihah sekali, surat Al Qadr 3 kali, surat Al Ikhlash 12 kali. Kemudian setelah pelaksanaan shalat tersebut dianjurkan untuk membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 70 kali.<br /><br />Di antara keutamaan yang disebutkan pada hadits yang menjelaskan tata cara shalat Raghaib adalah dosanya walaupun sebanyak buih di lautan akan diampuni dan bisa memberi syafa’at untuk 700 kerabatnya. Namun hadits yang menerangkan tata cara shalat Roghoib dan keutamaannya adalah hadits maudhu’ (palsu). Ibnul Jauzi meriwayatkan hadits ini dalam Al Mawdhu’aat (kitab hadits-hadits palsu).<br /><br />Ibnul Jauziy rahimahullah mengatakan, “Sungguh, orang yang telah membuat bid’ah dengan membawakan hadits palsu ini sehingga menjadi motivator bagi orang-orang untuk melakukan shalat Roghoib dengan sebelumnya melakukan puasa, padahal siang hari pasti terasa begitu panas. Namun ketika berbuka mereka tidak mampu untuk makan banyak. Setelah itu mereka harus melaksanakan shalat Maghrib lalu dilanjutkan dengan melaksanakan shalat Raghaib. Padahal dalam shalat Raghaib, bacaannya tasbih begitu lama, begitu pula dengan sujudnya. Sungguh orang-orang begitu susah ketika itu. Sesungguhnya aku melihat mereka di bulan Ramadhan dan tatkala mereka melaksanakan shalat tarawih, kok tidak bersemangat seperti melaksanakan shalat ini?! Namun shalat ini di kalangan awam begitu urgent. Sampai-sampai orang yang biasa tidak hadir shalat Jama’ah pun ikut melaksanakannya.” (Al Mawdhu’aat li Ibnil Jauziy, 2/125-126)<br /><br />Shalat Roghoib ini pertama kali dilaksanakan di Baitul Maqdis, setelah 480 Hijriyah dan tidak ada seorang pun yang pernah melakukan shalat ini sebelumnya. (Al Bida’ Al Hawliyah, 242)<br /><br />Ath Thurthusi mengatakan, “Tidak ada satu riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat ini. Shalat ini juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum, para tabi’in, dan salafush sholeh –semoga rahmat Allah pada mereka-.” (Al Hawadits wal Bida’, hal. 122. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 242)<br /><br />Mengkhususkan Berpuasa di Bulan Rajab<br /><br />Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.<br /><br />Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.”(Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291)<br /><br />Bahkan telah dicontohkan oleh para sahabat bahwa mereka melarang berpuasa pada seluruh hari bulan Rajab karena ditakutkan akan sama dengan puasa di bulan Ramadhan, sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh ‘Umar bin Khottob. Ketika bulan Rajab, ‘Umar pernah memaksa seseorang untuk makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan,<br /><br />لَا تُشَبِّهُوهُ بِرَمَضَانَ<br /><br />“Janganlah engkau menyamakan puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan.” (Riwayat ini dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 25/290 dan beliau mengatakannya shahih. Begitu pula riwayat ini dikatakan bahwa sanadnya shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)<br /><br />Adapun perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpuasa di bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, maka ini adalah perintah untuk berpuasa pada empat bulan tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab saja. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 25/291)<br /><br />Imam Ahmad mengatakan, “Sebaiknya seseorang tidak berpuasa (pada bulan Rajab) satu atau dua hari.” Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Aku tidak suka jika ada orang yang menjadikan menyempurnakan puasa satu bulan penuh sebagaimana puasa di bulan Ramadhan.” Beliau berdalil dengan hadits ‘Aisyah yaitu ‘Aisyah tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh pada bulan-bulan lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan. (Latho-if Ma’arif, 215)<br /><br />Ringkasnya, berpuasa penuh di bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga point berikut:<br /><br /> 1. Jika dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan.<br /> 2. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib).<br /> 3. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya. (Lihat Al Hawadits wal Bida’, hal. 130-131. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 235-236)<br /><br />Perayaan Isro’ Mi’roj<br /><br />Sebelum kita menilai apakah merayakan Isro’ Mi’roj ada tuntunan dalam agama ini ataukah tidak, perlu kita tinjau terlebih dahulu, apakah Isro’ Mi’roj betul terjadi pada bulan Rajab?<br /><br />Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat kapan terjadinya Isro’ Mi’roj. Ada ulama yang mengatakan pada bulan Rajab. Ada pula yang mengatakan pada bulan Ramadhan.<br /><br />Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan terjadinya Isro’ Mi’roj pada bulan tertentu atau sepuluh hari tertentu atau ditegaskan pada tanggal tertentu. Bahkan sebenarnya para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini, tidak ada yang bisa menegaskan waktu pastinya.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)<br /><br />Ibnu Rajab mengatakan, “Telah diriwayatkan bahwa di bulan Rajab ada kejadian-kejadian yang luar biasa. Namun sebenarnya riwayat tentang hal tersebut tidak ada satu pun yang shahih. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau dilahirkan pada awal malam bulan tersebut. Ada pula yang menyatakan bahwa beliau diutus pada 27 Rajab. Ada pula yang mengatakan bahwa itu terjadi pada 25 Rajab. Namun itu semua tidaklah shahih.”<br /><br />Abu Syamah mengatakan, “Sebagian orang menceritakan bahwa Isro’ Mi’roj terjadi di bulan Rajab. Namun para pakar Jarh wa Ta’dil (pengkritik perowi hadits) menyatakan bahwa klaim tersebut adalah suatu kedustaan.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 274)<br /><br />Setelah kita mengetahui bahwa penetapan Isro’ Mi’roj sendiri masih diperselisihkan, lalu bagaimanakah hukum merayakannya?<br /><br />Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak dikenal dari seorang dari ulama kaum muslimin yang menjadikan malam Isro’ memiliki keutamaan dari malam lainnya, lebih-lebih dari malam Lailatul Qadr. Begitu pula para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak pernah mengkhususkan malam Isro’ untuk perayaan-perayaan tertentu dan mereka pun tidak menyebutkannya. Oleh karena itu, tidak diketahui tanggal pasti dari malam Isro’ tersebut.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)<br /><br />Begitu pula Syaikhul Islam mengatakan, “Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu idul fithri dan idul adha, pen) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab (perayaan Isro’ Mi’roj), hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan Idul Abror (ketupat lebaran)-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.” (Majmu’ Fatawa, 25/298)<br /><br />Ibnul Haaj mengatakan, “Di antara ajaran yang tidak ada tuntunan yang diada-adakan di bulan Rajab adalah perayaan malam Isro’ Mi’roj pada tanggal 27 Rajab.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 275)<br /><br />Catatan penting:<br /><br />Banyak tersebar di tengah-tengah kaum muslimin sebuah riwayat dari Anas bin Malik. Beliau mengatakan, “Ketika tiba bulan Rajab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengucapkan,<br /><br />“Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa Sya’ban wa ballignaa Romadhon [Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban dan perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan]“.”<br /><br />Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Suniy dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah. Namun perlu diketahui bahwa hadits ini adalah hadits yang lemah (hadits dho’if) karena di dalamnya ada perowi yang bernama Zaidah bin Abi Ar Ruqod. Zaidah adalah munkarul hadits (banyak keliru dalam meriwayatkan hadits) sehingga hadits ini termasuk hadits dho’if. Hadits ini dikatakan dho’if (lemah) oleh Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma’arif (218), Syaikh Al Albani dalam tahqiq Misykatul Mashobih (1369), dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Imam Ahmad.<br /><br />Demikian pembahasan kami mengenai amalan-amalan di bulan Rajab dan beberapa amalan yang keliru yang dilakukan di bulan tersebut. Semoga Allah senantiasa memberi taufik dan hidayah kepada kaum muslimin. Semoga Allah menunjuki kita ke jalan kebenaran.<br /><br />Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Allahumma sholli ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.<br /><br />Selesai disusun di Wisma MTI, 5 Rajab 1430 H<br /><br />***<br />Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal<br />Artikel www.muslim.or.id </span>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-72610192759113863802011-06-02T05:52:00.000-07:002011-06-02T05:59:45.356-07:00Benang Merah Soekarno dan Mahasiswa<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDLZL3wNGk3uhCrw7mG9NZgMHKzK1eCl6qeSBheh5li6ujm7SDXABb8SGd8I5Nps-HXTpuEX1ywZon8QRitlqwMC47fBLhdMUstXGtgmdY8LtBLsGSDLx7WbZuDTOO9BD_aa1fskrEtxU/s1600/tonys-file-182.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 213px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDLZL3wNGk3uhCrw7mG9NZgMHKzK1eCl6qeSBheh5li6ujm7SDXABb8SGd8I5Nps-HXTpuEX1ywZon8QRitlqwMC47fBLhdMUstXGtgmdY8LtBLsGSDLx7WbZuDTOO9BD_aa1fskrEtxU/s320/tonys-file-182.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5613606073711429330" /></a><br />Selasa 18 Januari 1966, delegasi KAMI bertemu dengan Soekarno. Ini adalah yang kedua kalinya. Cuma, pertemuan pertama dengan Soekarno berlangsung ringkas saja, yaitu saat berlangsung Sidang Paripurna Kabinet 15 Januari. Delegasi mahasiswa menyampaikan tuntutan-tuntutan pembubaran PKI, reshufle kabinet dan penurunan harga. Pertemuan 18 Januari adalah pertemuan yang terjadwal. Dalam pertemuan itu, delegasi KAMI terdiri antara lain dari Cosmas Batubara, David Napitupulu, Zamroni, Mar’ie Muhammad, Elyas, Lim Bian Koen, Firdaus Wajdi, Abdul Gafur dan Djoni Sunarja. Tentang pertemuan ini, David Napitupulupernah mengisahkan di tahun 1986, betapa Soekarno masih berhasil menunjukkan wibawa dan membuat beberapa tokoh mahasiswa ‘melipatkan’ dan merapatkan tangan di depan perut bawah dengan santun. Menjawab tudingan Soekarno yang disampaikan dengan nada keras, salah satu anggota delegasi menjelaskan kepada Soekarno bahwa kalau ada ekses-ekses yang terjadi dalam aksi-aksi KAMI, semisal corat-coret dengan kata-kata kotor, itu “adalah pekerjaan tangan-tangan kotor” yang menyusup ke dalam “barisan mahasiswa progressif revolusioner”.<br /><br /><span class="fullpost"> Soekarno antara lain mempersoalkan corat-coret yang menyebut salah satu isterinya, Nyonya Hartini, sebagai ”Gerwani Agung”. Gerwani adalah organisasi wanita onderbouw PKI.<br /><br />Delegasi KAMI juga menyampaikan tiga tuntutan rakyat. Dan Soekarno menjawab “Saya mengerti sepenuhnya segala isi hati dan tuntutan para mahasiswa”, dan menyatakan tidak menyangsikan maksud-maksud baik mahasiswa. Tetapi dengan keras Soekarno menyatakan tidak setuju cara-cara mahasiswa yang menjurus ke arah vandalisme materil dan vandalisme mental, yang menurut sang Presiden bisa ditunggangi golongan tertentu dan Nekolim, yang tidak menghendaki persatuan Bung Karno dan mahasiswa. Dalam pertemuan yang disebut dialog ini, yang terjadi adalah Soekarno mengambil kesempatan berbicara lebih banyak daripada para mahasiswa. Tentang pembubaran PKI, kembali Soekarno tidak memberikan jawaban memenuhi tuntutan pembubaran, dan hanya menyuruh mahasiswa menunggu keputusan politik yang akan diambilnya.<br /><br />Tentang ‘kemarahan’ Soekarno saat pertemuan tersebut, juga diceritakan tokoh 1966 Cosmas Batubara, dalam tulisannya ‘Napak Tilas Gerakan Mahasiswa 1966’ (dalam OC Kaligis – Rum Aly, Simtom Politik 1965, Kata Hasta, 2007).<br /><br />Sebelum kami diterima Presiden, tulis Cosmas, ajudan Presiden yaitu Mayor KKO Widjanarko mengatakan Presiden “akan marah kepada anda semua”. Karena itu, kata Widjanarko, “saran saya, diam saja dan dengar. Biasanya Presiden itu akan marah-marah selama kurang lebih 30 menit”. Apa yang dikatakan Mayor Widjanarko memang benar. Setengah jam pertama Presiden Soekarno marah dan mengatakan bahwa para mahasiswa sudah ditunggangi oleh Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme). “Kemudian secara khusus Presiden Soekarno marah kepada saya” dengan mengatakan, “saudara Cosmas sebagai orang Katolik, mengapa ikut-ikut demonstrasi dan saya dapat laporan bahwa anggota PMKRI menulis kata-kata yang tidak sopan terhadap Ibu Hartini. Saudara harus tahu bahwa Paus menghargai saya dan memberi bintang kepada saya. Betul kan saudara Frans Seda bahwa Paus baik dengan saya?”. Frans Seda yang ikut hadir dalam pertemuan itu mengangguk.<br /><br />“Presiden Soekarno tidak sadar bahwa para mahasiswa yang datang masing-masing sangat independen” tulis Cosmas lebih lanjut. “Kalau saya diserang secara pribadi bukan berarti yang lain akan diam”. Setelah Presiden Soekarno marah-marah, para peserta pertemuan satu persatu melakukan reaksi dan akhirnya Presiden Soekarno kewalahan. Lalu sambil menoleh kepada Roeslan Abdoelgani, Soekarno berkata, “Roeslan, mereka ini belum mengerti revolusi. Bawa mereka dan ajar tentang revolusi”.<br /><br />Akhirnya pertemuan selesai tapi belum ada putusan Presiden tentang Tritura. “Seperti hari-hari sebelumnya para mahasiswa mulai lagi demonstrasi. Dalam puncak kejengkelannya terhadap demonstrasi KAMI, maka pada tanggal 25 Februari 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan putusan membubarkan KAMI yang diikuti pengumuman tidak boleh berkumpul lebih dari lima orang”.<br /><br />Salam Revolusi. </span>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-25898964594977622482011-06-02T05:48:00.000-07:002011-06-02T05:59:53.535-07:00Blatter, kembali terpilih menjadi presiden FIFA<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrMVAD8fcZmBwm6pKVuHx260X_g59OYOkO4JK1wThrfsPPo2cpk0duV_yt7w0XEDyGZBymVD2lnHsxPCsHcTwKrn9MMN0ddPhHvhAwzDFlZWn3dd2zJRz_dU5iZbFH1rgPMcQ4XuAg0_I/s1600/Sepp-Blatter-hug-Beckenbauer-AP.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 300px; height: 225px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrMVAD8fcZmBwm6pKVuHx260X_g59OYOkO4JK1wThrfsPPo2cpk0duV_yt7w0XEDyGZBymVD2lnHsxPCsHcTwKrn9MMN0ddPhHvhAwzDFlZWn3dd2zJRz_dU5iZbFH1rgPMcQ4XuAg0_I/s320/Sepp-Blatter-hug-Beckenbauer-AP.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5613604346401306274" /></a><br />Joseph Blatter untuk kali keempat kembali terpilih sebagai Presiden FIFA. Blatter berkuasa lagi di organisasi sepakbola dunia itu usai mengantungi 186 suara di Kongres FIFA.<br /><br />Dalam Kongres yang berlangsung di markas FIFA di Zurich, Rabu (1/6/2011), Blatter terpilih secara bulat karena memang ia adalah kandidat tunggal setelah Mohammed Bin Hammam mengundurkan diri.<br /><br /><br /><span class="fullpost"> Dari 203 anggota FIFA yang punya hak suara, 186 orang di antaranya memilih Blatter untuk kembali menakhodai FIFA hingga empat tahun ke depan.<br /><br />Masa jabatan ini adalah yang keempat buat Blatter setelah pria berkebangsaan Swiss itu mulai menjadi Presiden FIFA tahun 1998 dan terpilih lagi tahun 2002 dan 2007.<br /><br />Blatter tengah menghadapi kritik keras perihal kepemimpinannya yang dianggap korup dengan munculnya tuduhan suap terhadap sejumlah tokoh kunci.<br /><br />Selain pemilihan Blatter, Kongres FIFA kali ini juga memunculkan pergantian wajah Komite Eksekutif. Ada empat nama yang hengkang, yaitu Chung Moon-Joon, Junji Ogura, Geoffrey Thompson dan Franz Beckenbauer.<br /><br />Sementara nama-nama baru yang masuk sebagai Komite Eksekutif adalah Prince Ali Bin Hussein, David Chung, Jim Boyce, Vernon Manilal Fernando, Mohamed Raouraoua dan Theo Zwanziger.<br /><br />via Detiksport<br /></span>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-81012191384606188532011-06-01T05:52:00.000-07:002011-06-02T06:00:03.225-07:00Bagaimana Kepastian Hukum Pelaksanaan Pekerjaan Jika Kontrak Belum Ditandatangani?<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9_9ip9sH26LqrKIHm9o792Wjd9XS02em0Zbnzb4h-nuqUdW64aHgvaQUL_lDog0Nyn4pMR0SetR4x05_OqEWkKkmVEzPOfD8dobP9ijPMc82pIsm4lts38WguKnUl2FOv1XFj9o55q3o/s1600/contract-law.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 239px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9_9ip9sH26LqrKIHm9o792Wjd9XS02em0Zbnzb4h-nuqUdW64aHgvaQUL_lDog0Nyn4pMR0SetR4x05_OqEWkKkmVEzPOfD8dobP9ijPMc82pIsm4lts38WguKnUl2FOv1XFj9o55q3o/s320/contract-law.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5613234498476798738" border="0" /></a><br />Hukum Perdata Bagaimana Kepastian Hukum Pelaksanaan Pekerjaan Jika Kontrak Belum Ditandatangani?<br />Pertanyaan :<br /><br />Saya ingin menanyakan bagaimana kepastian hukum atas pelaksanaan pekerjaan tanpa ditandatanganinya kontrak terlebih dahulu. Pelaksanaan pekerjaan hanya berdasarkan kesepakatan yang terjadi. Pekerjaan yang kami maksudkan adalah pekerjaan desain dan pembuatan 1 unit kapal. Apa yang menjadi dasar pelaksana pekerjaan untuk meminta ditandatanganinya draf kontrak mengingat perkembangan pekerjaan sudah mencapai 30 persen?<br />Jawaban :<br /><br />Pelaksanaan pekerjaan tanpa adanya penandatanganan perjanjian atau kontrak tertulis terlebih dahulu adalah sangat mungkin terjadi dalam praktik.<br /><br /><br />Ketentuan mengenai perjanjian ini dapat kita temui dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”).<br /><br /><br />“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.”<br /><br /><br />Dari ketentuan tersebut dapat kita amati bahwa pada dasarnya, suatu perjanjian tidak dibatasi pada perjanjian tertulis. Perjanjian dapat terjadi secara lisan maupun tulisan. Hal ini karena tidak adanya kewajiban untuk membuat perjanjian tertulis bagi para pihak yang akan mengikatkan diri. Sehingga, sah-sah saja perjanjian dilakukan tanpa penandatanganan perjanjian atau kontrak tertulis. Untuk mengetahui mengenai sahnya suatu perjanjian, simak artikel Keberlakuan Perjanjian Kerjasama.<br /><br /><br />Lebih jauh mengenai kontrak, menurut Treitel G.H., dalam bukunya “Law of Contract”, kontrak didefinisikan sebagai “…an agreement giving rise to obligations which are enforced or recognized at law.” (dikutip dari buku “Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, oleh Ricardo Simanjuntak, hal. 28). Dari definisi tersebut diketahui bahwa perjanjian akan membawa akibat hukum apabila salah satu pihak melanggar perjanjiannya.<br /><br /><br />Dalam hal salah satu pihak melanggar yang telah diperjanjikan (wanprestasi), untuk dapat memaksa pihak yang melakukan wanprestasi untuk memenuhi prestasinya (kewajiban yang timbul karena perjanjian), diperlukan adanya bukti yang menjadi dasar gugatan.<br /><br /><br />Sebagaimana kita ketahui, pembuktian dalam hukum acara perdata menggunakan alat-alat bukti yang terdiri atas bukti (Pasal 164 Het Herzien Inlandsch Reglement - HIR):<br />1. Tulisan;<br /><br />2. Bukti dengan saksi-saksi;<br />3. Persangkaan-persangkaan;<br />4. Pengakuan; dan<br />5. Sumpah.<br /><br /><br />Bukti tulisan merupakan bukti yang sangat penting dalam proses pembuktian dalam hukum acara perdata. Tanpa adanya perjanjian atau kontrak tertulis, akan cukup sulit membuktikan telah terjadinya suatu kesepakatan atau perjanjian antara Anda dengan pengguna jasa Anda. Walaupun, masih dimungkinkan penggunaan alat-alat bukti lainnya seperti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Untuk alasan pembuktian itulah maka diperlukan adanya perjanjian tertulis antara Anda dengan pengguna jasa Anda.<br /><br /><br />Karena dalam suatu perjanjian kedua belah pihak memiliki posisi yang seimbang, maka masing-masing harus melaksanakan perjanjian dengan itikad baik sehingga tidak merugikan pihak lainnya. Dengan filosofi tersebut, menurut hemat kami, ada baiknya kontrak tersebut ditandatangani terlebih dahulu sebelum pekerjaan tersebut diselesaikan demi menghindari kesulitan pembuktian di kemudian hari apabila terjadi sengketa. Karena kedudukan Anda dan pengguna jasa Anda adalah seimbang, Anda berhak untuk meminta perjanjian tersebut ditandatangani terlebih dahulu dan tidak melanjutkan pekerjaan tersebut sebelum perjanjian ditandatangani.<br /><br /><br />Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.<br /><br />Dasar hukum:<br /><br />1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)<br /><br />2. Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR) / Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (RIB), (S. 1848 No. 16, S.1941 No. 44).<br /><br />Penanya: AnangTur<br />Jawaban oleh: Diana Kusumasari<br />Sumber: Bung Pokrol<br />Diterbitkan:01.06.11 08:00<br />Dibaca: 312E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-43597614869097748782010-09-04T04:07:00.000-07:002010-09-04T04:14:24.143-07:00New ! Nonton You Tube Tanpa Koneksi InternetKita tahu Youtube merupakan satu-satunya situs terpopuler dalam masalah video share. Jutaan pengunjung membuka situs Youtube hanya ingin menonton video yang ada disana. Tentunya membutuhkan koneksi internet yang lumayan besar untuk menonton video di youtube tanpa terputus-putus. Bahkan saat ini sudah banyak situs yang memberikan kemudahan untuk download video dari youtube.<br />Ternyata ada juga cara mudah untuk nonton video youtube tanpa koneksi internet. Tidak perlu software khusus untuk download video dari youtube, bahkan dengan trik ini kita tidak membutuhkan koneksi internet.<br /><br />Berikut Caranya.:<br /><br /><br /><span class="fullpost"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNrJSc4PRCIW3fPWTjPyt-5rjFw7ZdzgtPWaJDkSz2Dly1WQRJuX_daiV5OcSKjOSRGpoa-JlIOrDIfpIAN18zANV98LLRJhqiMeBTlNZcRkykhbb4I7ggsY-rYsObCrZpTyt4VLxGIDw/s1600/youtube0.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 169px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNrJSc4PRCIW3fPWTjPyt-5rjFw7ZdzgtPWaJDkSz2Dly1WQRJuX_daiV5OcSKjOSRGpoa-JlIOrDIfpIAN18zANV98LLRJhqiMeBTlNZcRkykhbb4I7ggsY-rYsObCrZpTyt4VLxGIDw/s320/youtube0.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5513014622127424370" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTbFSTwZmbrF_-aOkM_Nx4QW4nRhmam-NoA-BpSR-tVQgCi72oZ2Y2soGyHY2aiXfpYr8sqwASoLnchV5TEAbBVfA-8W0VD7CLtjREMnuKt0iG-UsaPHZloZ9PhI17UYmkW1YP7rhtMrg/s1600/youtube1.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 169px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTbFSTwZmbrF_-aOkM_Nx4QW4nRhmam-NoA-BpSR-tVQgCi72oZ2Y2soGyHY2aiXfpYr8sqwASoLnchV5TEAbBVfA-8W0VD7CLtjREMnuKt0iG-UsaPHZloZ9PhI17UYmkW1YP7rhtMrg/s320/youtube1.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5513014435140162194" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZQdcvKXm5ja9OYEjh19VFgad5fQS5LLkY4xbcW6a8ftXSey2V50R__JFvRJFOYOkSM20R6RxTUM7t6rFRAue2aUydxiikaAz6xjnpH9B0YcboDlSi8CT_q5X_AOkdkR3BaKBfn3Sg_wc/s1600/youtube4.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 159px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZQdcvKXm5ja9OYEjh19VFgad5fQS5LLkY4xbcW6a8ftXSey2V50R__JFvRJFOYOkSM20R6RxTUM7t6rFRAue2aUydxiikaAz6xjnpH9B0YcboDlSi8CT_q5X_AOkdkR3BaKBfn3Sg_wc/s320/youtube4.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5513014166959186034" /></a><script src="http://kumpulblogger.com/scahor.php?b=54651" type="text/javascript"></script></span><div class="fullpost"></div>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-49300303889401251132010-09-04T03:55:00.000-07:002010-09-04T04:14:24.144-07:00Rahasia Ayat Kursi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivFrmTrRYIBzcXLnBlDTvUxfMzEOAqL4tjVk03ZDZ4ghCgQjqZwpx5lVqB0gxcMlB-XkEQlfG1KWCpRO9xUKo19SSieXUnr8Um7fT1c1ux2wcl27iE7r9xMVhskRSc-Fy90wbnW26uiLU/s1600/ayat_kursi.gif"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 281px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivFrmTrRYIBzcXLnBlDTvUxfMzEOAqL4tjVk03ZDZ4ghCgQjqZwpx5lVqB0gxcMlB-XkEQlfG1KWCpRO9xUKo19SSieXUnr8Um7fT1c1ux2wcl27iE7r9xMVhskRSc-Fy90wbnW26uiLU/s320/ayat_kursi.gif" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5513012982146791842" /></a><br />Dalam sebuah hadis, ada menyebut perihal seekor syaitan yang duduk di atas pintu rumah. Tugasnya ialah untuk menanam keraguan di hati suami terhadap kesetiaan isteri di rumah dan keraguan di hati isteri terhadap kejujuran suami di luar rumah. Sebab itulah Rasulullah tidak akan masuk rumah sehingga Baginda mendengar jawaban salam dari isterinya. Di saat itu syaitan akan lari bersama-sama dengan salam itu.<br /><br />Hikmat Ayat Al-Kursi mengikut Hadis-hadis:<br /><br />1) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi bila berbaring di tempat<br />tidurnya, Allah SWT mewakilkan dua orang Malaikat memeliharanya<br />hingga subuh.<br /><br /><br /><span class="fullpost">2) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir setiap sembahyang<br />Fardhu, dia akan berada dalam lindungan Allah SWT hingga<br />sembahyang yang lain.<br /><br />3) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir tiap sembahyang,<br />dia akan masuk syurga dan barang siapa membacanya ketika hendak<br />tidur, Allah SWT akan memelihara rumahnya dan rumah-rumah<br />disekitarnya.<br /><br />4) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir tiap-tiap shalat<br />fardhu, Allah SWT menganugerahkan dia setiap hati orang yang<br />bersyukur, setiap perbuatan orang yang benar, pahala nabi2, serta<br />Allah melimpahkan rahmat padanya.<br /><br />5) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi sebelum keluar rumahnya,<br />maka Allah SWT mengutuskan 70,000 Malaikat kepadanya – mereka<br />semua memohon keampunan dan mendoakan baginya.<br /><br />6) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir sembahyang, Allah<br />SWT akan mengendalikan pengambilan rohnya dan dia adalah seperti<br />orang yang berperang bersama Nabi Allah sehingga mati syahid.<br /><br />7) Barang siapa yang membaca ayat Al-Kursi ketika dalam kesempitan<br />niscaya Allah SWT berkenan memberi pertolongan kepadanya.<script src="http://kumpulblogger.com/scahor.php?b=54651" type="text/javascript"></script></span><div class="fullpost"></div>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-4294879092900091682010-09-03T03:22:00.000-07:002010-09-03T03:32:28.160-07:00Jaguar Syamsul Arifin GUBSU disita KPK<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcqQJxbkyouma9D9opOPZbTjfKPHULnLXPJOziRbblxt6Xrlj1X6y_GQ8PXTTzessnkunkcP3eKai-4PvqK7c3zrwpUZjUM6bK5rT1hsHsGm33QYCHQWU1qvXnr0mJlOx9G4dBU3zmZ1E/s1600/jaguar-kpk.jpeg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 285px; height: 214px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcqQJxbkyouma9D9opOPZbTjfKPHULnLXPJOziRbblxt6Xrlj1X6y_GQ8PXTTzessnkunkcP3eKai-4PvqK7c3zrwpUZjUM6bK5rT1hsHsGm33QYCHQWU1qvXnr0mJlOx9G4dBU3zmZ1E/s320/jaguar-kpk.jpeg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512632456634600290" /></a><br /><br />Jakarta - Mobil Jaguar milik Gubernur Sumut Syamsul Arifin disita KPK merupakan keluaran tahun 2003. Mobil bertipe S 2500 cc Luxury itu dibeli tahun 2004 dengan harga Rp 600 juta.<br /><br />"Itu tahun 2003 belinya pertengahan 2004. Ditaksir waktu beli harganya Rp 600 juta," ujar Plt jubir KPK Priharsa Nugraha di kantor KPK, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (2/9/2010).<br /><br />Menurut Priharsa, Jaguar bernopol B 8659 BS itu diserahkan langsung oleh pemiliknya, Beby Arbiyana(BA), yang merupakan anak dari Syamsul ke KPK. KPK memeriksa BA pada Rabu 1 September kemarin dan menyita Jaguar untuk perkembangan kasus korupsi APBD Kabupaten Langkat.<br /><br /> <br /><br /><br /><span class="fullpost">Pantauan detikcom, Jaguar itu terlihat mulus dan masih kelihatan mengkilap meski dibeli pada tahun 2004.<br /><br />Mobil tersebut disita karena diduga terdapat aliran dana pembayaran yang bersumber dari APBD Langkat kepada pihak leasing mobil tersebut.<br /><br />KPK sebelumnya menetapkan Syamsul sebagai tersangka kasus korupsi APBD Langkat tahun anggaran 2000-2007. Syamsul saat itu menjabat sebagai bupati Langkat. Status ini disandang sejak awal April 2010.<br /><br />Diduga, kerugian negara akibat perbuatan Syamsul mencapai Rp 31 miliar. Pasal yang disangkakan pada Syamsul yakni pasal 2 ayat 1, dan atau pasal 3, dan atau pasal 8 UU 31/1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20/2001 tentang Tipikor. (nik/nrl)<script src="http://kumpulblogger.com/scahor.php?b=54651" type="text/javascript"></script></span><div class="fullpost"></div>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-42245653075629867872010-09-03T03:18:00.000-07:002010-09-03T03:32:43.413-07:00Kenali 6 tanda malam Lailatul Qadar<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvPPGNQKM58kvOYFw_OAT90VlkVyL1krqy9XcwLRFzQi4LmX8VxDrwuq4ct3s4iilBlEDoIftFHmO6UOS-D9OxO21ivAyVPuEQAzYUpcF_nRC-MRXz18fwMHupM1sKcuIs3pzS_5AHEww/s1600/2865003780_3e6907f425_o.png"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 223px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvPPGNQKM58kvOYFw_OAT90VlkVyL1krqy9XcwLRFzQi4LmX8VxDrwuq4ct3s4iilBlEDoIftFHmO6UOS-D9OxO21ivAyVPuEQAzYUpcF_nRC-MRXz18fwMHupM1sKcuIs3pzS_5AHEww/s320/2865003780_3e6907f425_o.png" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512630354175745618" /></a><br />Diantara kita mungkin pernah mendengar tanda-tanda malam lailatul qadar yang telah tersebar di masyarakat luas. Sebagian kaum muslimin awam memiliki beragam khurofat dan keyakinan bathil<br /><br /><br /><br /><span class="fullpost">seputar tanda-tanda lailatul qadar, diantaranya: pohon sujud, bangunan-bangunan tidur, air tawar berubah asin, anjing-anjing tidak menggonggong, dan beberapa tanda yang jelas bathil dan rusak. Maka dalam masalah ini keyakinan tersebut tidak boleh diyakini kecuali berdasarkan atas dalil, sedangkan tanda-tanda di atas sudah jelas kebathilannya karena tidak adanya dalil baik dari al-Quran ataupun hadist yang mendukungnya.<br /><br />lalu, bagaimanakah tanda-tanda yang benar berkenaan dengan malam yang mulia ini ? Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah mengabarkan kita di beberapa sabda beliau tentang tanda-tandanya, yaitu:<br /><br />1. Udara dan suasana pagi yang tenang<br />Ibnu Abbas radliyallahu’anhu berkata: Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:<br /><br />“Lailatul qadar adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, esok paginya sang surya terbit dengan sinar lemah berwarna merah” (Hadist hasan)<br /><br />2. Cahaya mentari lemah, cerah tak bersinar kuat keesokannya<br />Dari Ubay bin Ka’ab radliyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:<br /><br />“Keesokan hari malam lailatul qadar matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar bak nampan” (HR Muslim)<br /><br />3. Terkadang terbawa dalam mimpi<br />Seperti yang terkadang dialami oleh sebagian sahabat Nabi radliyallahu’anhum<br /><br />4. Bulan nampak separuh bulatan<br />Abu Hurairoh radliyallahu’anhu pernah bertutur: Kami pernah berdiskusi tentang lailatul qadar di sisi Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam, beliau berkata,<br /><br />“Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan.” (HR. Muslim)<br /><br />5. Malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)<br /><br />Sebagaimana sebuah hadits, dari Watsilah bin al-Asqo’ dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:<br /><br />“Lailatul qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)” (HR. at-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir 22/59 dengan sanad hasan)<br /><br />6. Orang yang beribadah pada malam tersebut merasakan lezatnya ibadah, ketenangan hati dan kenikmatan bermunajat kepada Rabb-nya tidak seperti malam-malam lainnya.<script src="http://kumpulblogger.com/scahor.php?b=54651" type="text/javascript"></script></span><div class="fullpost"></div>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-91844768947012483092010-09-03T02:55:00.000-07:002010-09-03T03:32:51.290-07:00Cara Mendapatkan Malam Lailatul Qadar<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhz_XcdSqq6cCjgFKZ9fDBheOhk8xe6ODvnQU5VUsP1A7t0EQ9DZ6Zy3f1lVcS1S2l53XpscZgypi9uVgNOULdXcI66Mf-Va3A8Lyq08X5iz1WdxN3Z1gFz5zMnaDWRDOrqdoThVOlnb9o/s1600/lailatulqadar.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 280px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhz_XcdSqq6cCjgFKZ9fDBheOhk8xe6ODvnQU5VUsP1A7t0EQ9DZ6Zy3f1lVcS1S2l53XpscZgypi9uVgNOULdXcI66Mf-Va3A8Lyq08X5iz1WdxN3Z1gFz5zMnaDWRDOrqdoThVOlnb9o/s320/lailatulqadar.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512628481375758578" /></a><br />Lailatul Qodr adalah salah satu malam pada Bulan Ramadhan yang memiliki keutamaan yang sangat besar. Lalu bagaimana cara mendapatkan keutamaan tersebut?<br /><br />Pertama: Imani adanya dan keutamaannya sesuai berita yang shohih yang sampai kepada kita. Dengan mengimaninya saja akan mendapatkan pahala, disamping itu juga dapat memotivasi kita untuk lebih bersemangat.<br /><br />Lailatul Qadar merupakan malam yang sangat indah, penuh ketenangan, kesejahteraan, keselamatan, kedamaian dan keberkahan.<br /><br />Menurut para ulama, Lailatul Qadar bisa berarti Malam Kemuliaan. Bisa juga dinamakan demikian karena pada malam tersebut turun kitab yang mulia, turun rahmat dan turun malaikat yang mulia.<br /><br /> ِإِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (١) “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.<br /><br />Lailatul Qadar juga bisa berarti malam yang penuh sesak karena ketika itu banyak malaikat turun ke dunia. Pada malam inilah, banyak para malaikat yang turun ke bumi, termasuk malaikat yang paling utama yaitu Jibril -’alaihissalaam-.<br /><br /> تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (٤ Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan.<br /><br /> “Lailatul Qadar itu pada malam 27 atau 29, sungguh Malaikat yg turun pd saat itu ke bumi lebih banyak dari jumlah batu kerikil.” (HR Thayalisi dlm Musnad-nya no. 2545; juga Ahmad II/519; dan Ibnu Khuzaimah dlm shahih-nya II/223)<br /><br />Bisa juga berarti malam penetapan takdir / qodar.<br /><br /> فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِي(٤)أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَ<br /><br /> Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami.<br /><br />(QS. Ad Dukhaan)<br /><br />Pada malam ini, segala urusan yang penuh hikmah dirinci, maksudnya segala kejadian selama setahun ke depan ditentukan dengan izin Allah yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana. Penentuan takdir pada malam tersebut adalah penentuan takdir tahunan.<br /><br />Malam itu penuh keselamatan, kedamaian dan keberkahan.<br /><br /> سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ Malam itu (penuh) keselamatan hingga terbit fajar.<br /><br />(QS. Al Qadr)<br /><br /> إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi <br /><br />(QS. Ad Dukhaan)<br /><br /> وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (٢)لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (٣ Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (QS. Al Qadr)<br /><br />Menakjubkan, malam tersebut lebih baik daripada seribu bulan yaitu sekitar 83 tahun.<br /><br />(Untuk Makna Nama Lailatul Qodr, Periksa Zaadul Maysir, 6/177, Ibnul Jauziy, Mawqi’ At Tafaasir, Asy Syamilah).<br /><br />Kedua: Beribadah sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi.<br /><br />Sholat<br /><br />Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.<br /><br />مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ له مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ<br /><br />“Artinya : Barang siapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” [Hadits Riwayat Bukhari 4/217 dan Muslim 759]<br /><br />Do’a<br /><br />Disunnahkan untuk memperbanyak do’a pada malam tersebut.<br /><br /> Tirmidzi, Ibnu Majah dan selainnya meriwayatkan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radliallahu ‘anha, beliau berkata,<br /><br /> قلت يا رسول الله أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ما أقول فيها ؟ قال قولي اللهم إنك عفو كريم تحب العفو فاعف عني<br /><br /> Aku berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apabila aku mengetahui waktu malam Al Qadr, apakah yang mesti aku ucapkan pada saat itu?” Beliau menjawab, “Katakanlah,<br /><br /> اَ للّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنيِّ<br /><br /> Allahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwa, fa’fu’anni<br /><br /> (Yaa Allah sesungguhnya engkau Maha pemberi ampunan, suka memberi pengampunan, maka ampunilah diriku ini).”<br /><br />(HR. Tirmidzi nomor 3513, Ibnu Majah nomor 3850 dan dishahihkan oleh Al Albani rahimahullahShahih Ibnu Majah nomor 3105) dalam<br /><br />Seorang Ulama berkata: Barang siapa yang bersungguh-sungguh mengerjakan ibadah di malam tersebut seperti shalat /qiyamullail, membaca qur`an, berdoa, berdzikir dan mengerjakan amalan-amalan baik lainnya akan mendapatkannya dan memperoleh keuntungan yang telah Allah janjikan bagi orang-orang yang menghidupkan malam tersebut jika dia mengerjakannya dengan mengimani dan mengharapkan pahalanya (-red.- ikhlash karena Allah / mengharap pahala/ridho Allah bukan karena selain Allah).<span class="fullpost"><script src="http://kumpulblogger.com/scahor.php?b=54651" type="text/javascript"></script></span><div class="fullpost"></div>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-49052978117895104392010-09-03T01:59:00.000-07:002010-09-03T03:33:26.274-07:00Pedang Rasulullah Muhammad SAWIni adalah pedang-pedang yang pernah dipakai oleh Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya untuk berdakwah, jumlah total pedang yang pernah digunakan ada 9 buah.<br /><br /><br /><h2 style="font-family: arial; text-align: left;"><span style="font-size: 100%;">1. Al Ma’thur</span></h2><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLZRITUpaPro32rf6adGFHeAJsMc4VC8wuhVvaoMIz9az8boXPoluO9SxceBndHHIVTFXNBTWbqcjhLgpHRUET7uIi1pvbpgSlHYE34GOO9rotPgeavCEXubh74cF5XWKNU_v_uAvWZP8/s1600/1.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 111px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLZRITUpaPro32rf6adGFHeAJsMc4VC8wuhVvaoMIz9az8boXPoluO9SxceBndHHIVTFXNBTWbqcjhLgpHRUET7uIi1pvbpgSlHYE34GOO9rotPgeavCEXubh74cF5XWKNU_v_uAvWZP8/s320/1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512618869115110466" border="0" /></a><br /><br />Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami,<br />Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi(Cairo: Hijr, 1312/1992).<br /><br />Juga dikenal sebagai ‘Ma’thur Al-Fijar’ adalah pedang yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW sebelum dia menerima wahyu yang pertama di Mekah. Pedang ini diberi oleh ayahnya, dan dibawa waktu hijrah dari Mekah ke Medinah sampai akhirnya diberikan bersama-sama dengan peralatan perang lain kepada Ali bin Abi Thalib.<br /><br /><br /><span class="fullpost">Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 99 cm. Pegangannya terbuat dari emas dengan bentuk berupa 2 ular dengan berlapiskan emeralds dan pirus. Dekat dengan pegangan itu terdapat Kufic ukiran tulisan Arab berbunyi: ‘Abdallah bin Abd al-Mutalib’.<br /><br /><h2 style="font-family: arial; text-align: left;"><span style="font-size: 100%;">2. Al 'Adb</span></h2><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbbbAc_RCorXqr7wVP_wO3IkYr9mV-MyPViRR8MMJv3JC5pvsMtBNFcGDZQoifoXwXnmr65X-V4lBfvTeYeq-CLAHwJHqde16W-12c4ZcQfzp0tHuP9khokcQoRJ97R2_DSlKgvxyVuGg/s1600/2.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 223px; height: 68px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbbbAc_RCorXqr7wVP_wO3IkYr9mV-MyPViRR8MMJv3JC5pvsMtBNFcGDZQoifoXwXnmr65X-V4lBfvTeYeq-CLAHwJHqde16W-12c4ZcQfzp0tHuP9khokcQoRJ97R2_DSlKgvxyVuGg/s320/2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512618681255231474" border="0" /></a><br /><br />Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi(Cairo: Hijr, 1312/1992).<br /><br />Al-’Adb, nama pedang ini, berarti “memotong” atau “tajam.” Pedang ini dikirim ke para sahabat Nabi Muhammad SAW sesaat sebelum Perang Badar. Dia menggunakan pedang ini di Perang Uhud dan pengikut-pengikutnnya menggunakan pedang ini untuk menunjukkan kesetiaan kepada Nabi Muhammad SAW. Sekarang pedang ini berada di masjid Husain di Kairo Mesir.<br /><br /><h2 style="font-family: arial; text-align: left;"><span style="font-size: 100%;">3. Dhu Al Faqar</span></h2><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHwTasoU8qSdb1gLouHl15ALseQMZat4gofKVzynKVUvYDOh-5by_dQfl6sreJ9NyABBHL-0U2mUJ5AIVvbBle_x19VeJgzPc9HeMQFGc4ZugWiRK4ErAxMaSw5OGVhxILLqXY_-kG1ls/s1600/3.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 100px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHwTasoU8qSdb1gLouHl15ALseQMZat4gofKVzynKVUvYDOh-5by_dQfl6sreJ9NyABBHL-0U2mUJ5AIVvbBle_x19VeJgzPc9HeMQFGc4ZugWiRK4ErAxMaSw5OGVhxILLqXY_-kG1ls/s320/3.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512618048193269842" border="0" /></a><br /><br />Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi(Cairo: Hijr, 1312/1992).<br /><br />Dhu Al Faqar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan pada waktu perang Badr. Dan dilaporkan bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan pedang ini kepada Ali bin Abi Thalib, yang kemudian Ali mengembalikannya ketika Perang Uhud dengan bersimbah darah dari tangan dan bahunya, dengan membawa Dhu Al Faqar di tangannya.<br /><br />Banyak sumber mengatakan bahwa pedang ini milik Ali Bin Abi Thalib dan keluarga. Berbentuk blade dengan dua mata.<br /><br /><h2 style="font-family: arial; text-align: left;"><span style="font-size: 100%;">4. Al Battar</span></h2><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh21fuLGo5m9Wh9AMA75201jOUwaOc36oihPWPnvAAKrLBkqofYa7mHmOFuh_CurKq_0fXWNNaY3aj0CDWh7l4c7RbJG0H4gGFSE4T8JICX6Zgz73_idw6zraXbFXRPr3qQDFMbK3S1Fb4/s1600/4.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 107px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh21fuLGo5m9Wh9AMA75201jOUwaOc36oihPWPnvAAKrLBkqofYa7mHmOFuh_CurKq_0fXWNNaY3aj0CDWh7l4c7RbJG0H4gGFSE4T8JICX6Zgz73_idw6zraXbFXRPr3qQDFMbK3S1Fb4/s320/4.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512616825382656466" border="0" /></a><br /><br />Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi(Cairo: Hijr, 1312/1992).<br /><br />Al Battar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Pedang ini disebut sebagai ‘Pedangnya para nabi‘, dan di dalam pedang ini terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi :<br /><br />‘Nabi Daud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Musa AS, Nabi Harun AS, Nabi Yusuf AS, Nabi Zakaria AS, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW’.<br /><br />Gambar ukiran nama-nama para nabi di dalamnya :<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgww03aKZXrr3DhkMDMGkR3Z9SRVP6xqw5tG_fOhs3ljKOAEtTJR7KBYoCWLGcSUapcG-i9Y2WnXErOhQu-vO4veaKV8N4ioypUau3qooQZvyK-nHbRt8hFycQVpm6IBxKZRH-1vsSU34E/s1600/5.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 160px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgww03aKZXrr3DhkMDMGkR3Z9SRVP6xqw5tG_fOhs3ljKOAEtTJR7KBYoCWLGcSUapcG-i9Y2WnXErOhQu-vO4veaKV8N4ioypUau3qooQZvyK-nHbRt8hFycQVpm6IBxKZRH-1vsSU34E/s320/5.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512616635883082322" border="0" /></a><br /><br />Di dalamnya juga terdapat gambar Nabi Daud AS ketika memotong kepala dari Goliath, orang yang memiliki pedang ini pada awalnya. Di pedang ini juga terdapat tulisan yang diidentifikasi sebagai tulisan Nabataean.<br /><br />Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 101 cm. Dikabarkan bahwa ini adalah pedang yang akan digunakan Nabi Isa AS kelak ketika dia turun ke bumi kembali untuk mengalahkan Dajjal.<br /><br /><h2 style="font-family: arial; text-align: left;"><span style="font-size: 100%;">5. Hatf</span></h2><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiym1pGHyI6FAw771kLiYfXJVQ7_MK2nLWzM-zu3OFOwArBRok6aMJPRL1KN89vrC9jTXzaxOutNUMr2-fXUPnGBKUctmv1LJ9RxuZKJbABVg0G3fGaGleyxItlV__aDK2pu2qLdPz61gg/s1600/6.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 107px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiym1pGHyI6FAw771kLiYfXJVQ7_MK2nLWzM-zu3OFOwArBRok6aMJPRL1KN89vrC9jTXzaxOutNUMr2-fXUPnGBKUctmv1LJ9RxuZKJbABVg0G3fGaGleyxItlV__aDK2pu2qLdPz61gg/s320/6.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512616334482703058" border="0" /></a><br /><br />Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami,<br />Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi(Cairo: Hijr, 1312/1992)<br /><br />Hatf adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Dikisahkan bahwa Nabi Daud AS mengambil pedang ‘Al Battar’ dari Goliath sebagai rampasan ketika dia mengalahkan Goliath tersebut pada saat umurnya 20 tahun.<br /><br />Allah SWT memberi kemampuan kepada Nabi Daud AS untuk ‘bekerja’ dengan besi, membuat baju baja, senjata dan alat perang, dan dia juga membuat senjatanya sendiri. Dan Hatf adalah salah satu buatannya, menyerupai Al Battar tetapi lebih besar dari itu.<br /><br />Dia menggunakan pedang ini yang kemudian disimpan oleh suku Levita (suku yang menyimpan senjata-senjata barang Israel) dan akhirnya sampai ke tangan Nabi Muhammad SAW. Sekarang pedang ini berada di Musemum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade, dengan panjang 112 cm dan lebar 8 cm.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDHa8JoqmNlvcaf9tzEbY7TfChX9R6iRju2sBVK8PE5WYJ5eobg-NGT6mtzpyEK1DhyyOpGTU5Hk7K7U1xs0w3qGkO6rSmmktj4mPe_V6MZmHGK_DvjehkqtLKr3DSoPNUfOdzAnMYj2A/s1600/7.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 100px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDHa8JoqmNlvcaf9tzEbY7TfChX9R6iRju2sBVK8PE5WYJ5eobg-NGT6mtzpyEK1DhyyOpGTU5Hk7K7U1xs0w3qGkO6rSmmktj4mPe_V6MZmHGK_DvjehkqtLKr3DSoPNUfOdzAnMYj2A/s320/7.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512616163448600274" border="0" /></a><br /><br />Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami,<br />Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi(Cairo: Hijr, 1312/1992).<br /><br />Ada yang mengabarkan bahwa pedang ini berasal dari Nabi Muhammad SAW yang kemudian diberikan kepada Ali bin Abi Thalib dan diteruskan ke anak-anaknya Ali. Tapi ada kabar lain bahwa pedang ini berasal dari Ali bin Abi Thalib sebagai hasil rampasan pada serangan yang dia pimpin di Syria.<br /><br />Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 97 cm, dan mempunyai ukiran tulisan Arab yang berbunyi: ‘Zayn al-Din al-Abidin’.<br /><br /><h2 style="font-family: arial; text-align: left;"><span style="font-size: 100%;">6. Al Mikhdham</span></h2><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwRnLGejrJvnpvn0tGjnwBb9i_eSNyWuJRXqioF7j5UyiJj3oBtEw_VHOpw9Cg_IB7fnlonlSw3ddd7XfEqUyoS66g95kIO_vKddthCI5008-BJh4cUqmu0u0nLl2dlEnCCVapZeWr_no/s1600/8.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 74px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwRnLGejrJvnpvn0tGjnwBb9i_eSNyWuJRXqioF7j5UyiJj3oBtEw_VHOpw9Cg_IB7fnlonlSw3ddd7XfEqUyoS66g95kIO_vKddthCI5008-BJh4cUqmu0u0nLl2dlEnCCVapZeWr_no/s320/8.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512615566949867586" border="0" /></a><br /><br />Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami,<br />Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi(Cairo: Hijr, 1312/1992).<br /><br />Ada yang mengatakan bahwa pedang ini dijaga di rumah Nabi Muhammad SAW oleh keluarga dan sanak saudaranya seperti layaknya bahtera (Ark) yang disimpan oleh bangsa Israel.<br /><br />Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 140 cm, mempunyai bulatan emas yang didalamnya terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi: ‘Ja’far al-Sadiq’.<br /><br /><h2 style="font-family: arial; text-align: left;"><span style="font-size: 100%;">7. Al Rasub</span></h2><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieEmH17z2FfWyoZL3FqWpbyrbgBpH1git5h0dEQvuytLUg3c8yacUKUFOkp5HqOOLe9kuwQahzp2id4fLVRtW0-DX0Zj0DfV0JsrYL8QPu9z4BnG_LFzCEkYTHVqPMhcftmWRO3_H3XeU/s1600/9.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 103px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieEmH17z2FfWyoZL3FqWpbyrbgBpH1git5h0dEQvuytLUg3c8yacUKUFOkp5HqOOLe9kuwQahzp2id4fLVRtW0-DX0Zj0DfV0JsrYL8QPu9z4BnG_LFzCEkYTHVqPMhcftmWRO3_H3XeU/s320/9.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512615197723650178" border="0" /></a><br /><br />Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami,<br />Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi(Cairo: Hijr, 1312/1992).<br /><br />Al-Qadib berbentuk blade tipis sehingga bisa dikatakan mirip dengan tongkat. Ini adalah pedang untuk pertahanan ketika bepergian, tetapi tidak digunakan untuk peperangan.<br /><br />Ditulis di samping pedang berupa ukiran perak yang berbunyi syahadat:<br /><br />“Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad Rasul Allah – Muhammad bin Abdallah bin Abd al-Mutalib.”<br /><br />Tidak ada indikasi dalam sumber sejarah bahwa pedang ini telah digunakan dalam peperangan. Pedang ini berada di rumah Nabi Muhammad SAW dan kemudian hanya digunakan oleh khalifah Fatimid.<br /><br />Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Panjangnya adalah 100 cm dan memiliki sarung berupa kulit hewan yang dicelup.<br /><br /><h2 style="font-family: arial; text-align: left;"><span style="font-size: 100%;">9. Qal’a</span></h2><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsObthWYcKOvSQtwZw4_DZU3AqDH4wFZ91AF-fHxUd6zv7dvA-VwrTQPW3d7MSYXRZUGTMVIrPXsTmKARQvYhMKVfloXxFgQcCSuz4VymjWNKkcY3_-14q_WW7WHqVjpJLuVL3xKBXK9A/s1600/10.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 111px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsObthWYcKOvSQtwZw4_DZU3AqDH4wFZ91AF-fHxUd6zv7dvA-VwrTQPW3d7MSYXRZUGTMVIrPXsTmKARQvYhMKVfloXxFgQcCSuz4VymjWNKkcY3_-14q_WW7WHqVjpJLuVL3xKBXK9A/s320/10.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512613356235629810" border="0" /></a><br /><br />Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami,<br />Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi(Cairo: Hijr, 1312/1992).<br /><br />Pedang ini dikenal sebagai “Qal’i” atau “Qul’ay.” Nama yang mungkin berhubungan dengan tempat di Syria atau tempat di dekat India Cina. Ulama negara lain bahwa kata “qal’i” merujuk kepada “timah” atau “timah putih” yang di tambang berbagai lokasi.<br /><br />Pedang ini adalah salah satu dari tiga pedang Nabi Muhammad SAW yang diperoleh sebagai rampasan dari Bani Qaynaqa. Ada juga yang melaporkan bahwa kakek Nabi Muhammad SAW menemukan pedang ini ketika dia menemukan air Zamzam di Mekah.<br /><br />Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 100 cm. Didalamnya terdapat ukiran bahasa Arab berbunyi: “Ini adalah pedang mulia dari rumah Nabi Muhammad SAW, Rasul Allah.”<br /><br />Pedang ini berbeda dari yang lain karena pedang ini mempunyai desain berbentuk gelombang.<script src="http://kumpulblogger.com/scahor.php?b=54651" type="text/javascript"></script></span><div class="fullpost"></div>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-21293795236134721512010-09-02T04:12:00.000-07:002010-09-02T08:41:58.050-07:00Bukti cewek lugu bisa perkosa cowok<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIy_2DDbxOUBWCgtTQEZPKhJR5XZwgfgUViD43n1muqRTVEpgXN0jXusH8kpADIuw-osqvvLhdlLIvPsB1x-XGAGCLd-yccU4RhyZ8C8AvFHEe6T-j95W5tPIDxnp0apqgB5HTP57f18U/s1600/cowokdiperkosa1ma7.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 241px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIy_2DDbxOUBWCgtTQEZPKhJR5XZwgfgUViD43n1muqRTVEpgXN0jXusH8kpADIuw-osqvvLhdlLIvPsB1x-XGAGCLd-yccU4RhyZ8C8AvFHEe6T-j95W5tPIDxnp0apqgB5HTP57f18U/s320/cowokdiperkosa1ma7.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512274811672235890" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-5Vv0QV6AKOv2oA46VNAjMNxZN48qLedUGy59xjJ9xZQvkU5_tZahOojA0BPAV4SP45_nKT-tLZYIf7VtfA1CvW6bXBwnA6-iGjCWsWAt0duPiegyRjGoybT3N-jx5oBnn0doXtkoSvQ/s1600/cowokdiperkosa2wb7.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 263px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-5Vv0QV6AKOv2oA46VNAjMNxZN48qLedUGy59xjJ9xZQvkU5_tZahOojA0BPAV4SP45_nKT-tLZYIf7VtfA1CvW6bXBwnA6-iGjCWsWAt0duPiegyRjGoybT3N-jx5oBnn0doXtkoSvQ/s320/cowokdiperkosa2wb7.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512274442913163362" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeG3J7v8isEDdVU41BBzF4eTsnI8T2vo4Cool2ZmBe-lK-oXaQzk-ceNAjUYAPm4BnhsF5adN9yuqvX7aHO8ctH9ZVvB_egcVGLlZGFseoueRHwOgRvTqAfKDPeO1nQr7tGWJG9lmac5w/s1600/cowokdiperkosa3xq9.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeG3J7v8isEDdVU41BBzF4eTsnI8T2vo4Cool2ZmBe-lK-oXaQzk-ceNAjUYAPm4BnhsF5adN9yuqvX7aHO8ctH9ZVvB_egcVGLlZGFseoueRHwOgRvTqAfKDPeO1nQr7tGWJG9lmac5w/s320/cowokdiperkosa3xq9.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512274132295347474" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqBn238iRXvKpbmU-QMIKVtB2Y9kIVx0r2rGSnfn_vLLF_xJRYg4nTlj339NWaJnHjRyIdaQ1dUEdiapDBIUc74DcfsgHeQGQmfOq9cSq5cIS06670gj6V_7vJm1IE-PTp8dXZFcTt8JI/s1600/cowokdiperkosa4rt7.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 241px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqBn238iRXvKpbmU-QMIKVtB2Y9kIVx0r2rGSnfn_vLLF_xJRYg4nTlj339NWaJnHjRyIdaQ1dUEdiapDBIUc74DcfsgHeQGQmfOq9cSq5cIS06670gj6V_7vJm1IE-PTp8dXZFcTt8JI/s320/cowokdiperkosa4rt7.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512273994101445154" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiidZvJKQeF1-HcH9EdgwUGSvuqfbxJuKQGg4cTV4hHZ5WnRtFdFIrUmrFjzzU0JxKRM84M3xuoqBhJctaPh90h6-BdxH8lNsEZoO7ABJomj38clKQ9QgrHd1czFrV1tHKWHGVPdAAPu08/s1600/cowokdiperkosa5ry7.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 242px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiidZvJKQeF1-HcH9EdgwUGSvuqfbxJuKQGg4cTV4hHZ5WnRtFdFIrUmrFjzzU0JxKRM84M3xuoqBhJctaPh90h6-BdxH8lNsEZoO7ABJomj38clKQ9QgrHd1czFrV1tHKWHGVPdAAPu08/s320/cowokdiperkosa5ry7.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512273758230038450" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOjOhJIqShsFQkwMV_p3oSfJUTmCEz_f1qW5EoO-L9YHuvIvMtrklpwfG-quaKilTDyLt7zvZIZX2BL_PB7q9ZH6S8GvZQVpCexhuT4lgy9ICdRRfdKOyfHUxobBejNlxX8xoElRc4aGE/s1600/cowokdiperkosa6pr4.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 268px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOjOhJIqShsFQkwMV_p3oSfJUTmCEz_f1qW5EoO-L9YHuvIvMtrklpwfG-quaKilTDyLt7zvZIZX2BL_PB7q9ZH6S8GvZQVpCexhuT4lgy9ICdRRfdKOyfHUxobBejNlxX8xoElRc4aGE/s320/cowokdiperkosa6pr4.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512273640746043650" /></a><br /><br /><span class="fullpost"><script src="http://kumpulblogger.com/scahor.php?b=54651" type="text/javascript"></script></span><div class="fullpost"></div>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-83514848305529287362010-09-02T04:09:00.001-07:002010-09-02T08:42:11.489-07:00Video Jin Masuk Islam<object width="480" height="385"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/krWaK2hyuw8?fs=1&hl=en_US"></param><param name="allowFullScreen" value="true"></param><param name="allowscriptaccess" value="always"></param><embed src="http://www.youtube.com/v/krWaK2hyuw8?fs=1&hl=en_US" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="480" height="385"></embed></object><span class="fullpost"><script src="http://kumpulblogger.com/scahor.php?b=54651" type="text/javascript"></script></span><div class="fullpost"></div>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8896845863438984428.post-36548196221073337032010-09-02T04:03:00.000-07:002010-09-02T08:42:21.611-07:0010 hadiah yang cocok saat lebaran<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnQ9ODwdr9OOZ-zCALA9zESm5KJywfMHRpsllsvqQYDudKASUkROJq5Duge6VzFM57zCIq7FJrTRTe9ZGiV-o_MBZaE6RGooCYkVJtpTaKe_kyek11FavoGxJ_4l1Vb5Hmb8_oMZTiZn4/s1600/hadiahlebaran.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 202px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnQ9ODwdr9OOZ-zCALA9zESm5KJywfMHRpsllsvqQYDudKASUkROJq5Duge6VzFM57zCIq7FJrTRTe9ZGiV-o_MBZaE6RGooCYkVJtpTaKe_kyek11FavoGxJ_4l1Vb5Hmb8_oMZTiZn4/s320/hadiahlebaran.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5512270515749115090" /></a><br />Tidak terasa, bulan suci Ramadhan akan berakhir dari hadapan kita semua. Tinggal menghitung hari, lebaran tiba didepan mata dan hadiahpun siap dibagi rata.<br />Berikut 10 hadiah yang cocok rilekser berikan untuk Orangtua, kawan dan pacar tersayang yang bisa membuat hubungan tali silaturahmi rilekser semua terjalin terus hingga akhir hayat nanti.<br /><br />Apa saja 10 hadiah tersebut? berikut informasi lengkapnya:<br /><br /><br /><span class="fullpost">1. Uang cash<br />Hadiah seperti ini tergolong sangat bagus diberikan untuk orang tua kita tersayang, dimana setengah dari polling yang rilekser jawab uang adalah hadiah yang sangat pantas untuk orang tua.<br /><br />2. Aneka Kue<br />Biasanya, hadiah ini diberikan teman, kawan dan handai tolan rilekser semua. Selain kue kering, jadikan moment lebaran juga sebagai promosi kue buatan sendiri.<br /><br />3. Pakaian ibadah<br />Lebaran identik dengan hari suci dimana pakaian yang dikenakan hari itu dominan warna putih. Baju koko, peci, sarung serta mukena putih jadi andalan hadiah untuk pasangan rilekser semua sekaligus bisa menambah kualitas ibadah kalian dikemudian hari.<br /><br />4. Parcel<br />Hampir tidak ada bedanya dengan aneka kue nomer 2 apabila dibungkus secara rapi ya, tapi parcel biasanya digunakan sebagai hadiah partner dan relasi rilekser semua yang punya hubungan dalam bisnis.<br /><br />5. Parfum<br />Siap sih yang ingin tampil sempurna dihadapan tuhannya ketika beribadah? tentunya, kita semua pasti mau dong apalagi ditambah dengan badan yang wangi dan keharuman yang sempurna pula. Parfum dirasa cocok sebagai hadiah lebaran tahun ini.<br /><br />6. Jam tangan<br />Selain berfungsi sebagai pengingat waktu rilekser semua, jam tangan juga bisa menjadi salah satu hadiah yang oke di momentum lebaran nanti. Engga perlu yang branded, yang penting angkanya ada 12.<br /><br />7. Kartu ucapan<br />Kalau zaman sekarang orang-orang menggunakan email, bbm (blackberry massanger-red), dan segelintir alat canggih lainnya untuk mengirim ucapan idul fitri nanti, rilekser mesti beda dengan mengirimkan kartu ucapan melalui pak pos! dijamin hadiah lebaran tahun ini pasti beda!<br /><br />8. Ketupat<br />Ini sih hadiah wajib yang harus ada disetiap rumah! kalau biasanya rilekser makan bersama keluarga, coba deh jadikan ketupat sebagai hadiah istimewa untuk teman, kawan dan mungkin pacar yang bisa naik pangkat jadi ‘calon’ suami atau istri nanti.<br /><br />9. Sandal/sepatu<br />Apalagi senjata andalan yang digunakan saat berlebaran nanti kalau bukan sandal atau sepatu? berikan hadiah ini sebagai pengingat cinta kita kepada teaman dan kawan rilekser semua.<br /><br />10. Doa<br />Tiada hadiah yang paling indah selain doa, apapun hadiah terbesar yang kalian berikan, doa lah yang menentukan segala-galanya.<br /><br />Nah, itu dia 10 hadiah yang cocok untuk lebaran versi polling rilekser semua, kalau ada tambahan atau masukan lain atau mungkin kritikan, silahkan masukkan dikolom komentar yaa.<script src="http://kumpulblogger.com/scahor.php?b=54651" type="text/javascript"></script></span><div class="fullpost"></div>E-RECHTERhttp://www.blogger.com/profile/01593446839640148035noreply@blogger.com0